Kamis, 20 Februari 2014

RESUME PKN(KEWAEGANEGARA`AN)










                                    B.RUMUSAN MASALAH
      a) tujuan umum yang ingin di capai  oleh mata qulyah pendidikan pancasila      
      b) pengetahuan dikatakan pengetahuan ilmiah yakni berobjek, bermetode,bersistem, dan universal
       c) pancasila baru menjadi dasar  Negara republik  Indonesia pada tgl 18 agustus 1945
       d) pancasila sebagai dasar Negara republic indonnesia  mempunyai implikasi bahwa pancasila terikat     oleh sesuatu  kekuatan secara hukum
       e) hubungan secara formalantara pancasila dan pembukaan undang-undang 1945  bahwa rumusan pancasila  sebagai dasar Negara Indonesia
       f) konflik itu dapat berupa  konflik vertical maupun horizontal.
C.TUJUAN RESUME
   a) ingin mengetahui pancasila secara yang  benar, yakni dapat di pertanggung jawabkan   baik secara yuridis konstutisional
 maupun secara objektif.
Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan

Pengertian PKn
Istilah Pendidikan Kewarganegaraan   (PKn) identik dengan istilah :
n  Citizenship
n  Civics
n  Civics Education

Secara Substansi PKn
            PKn secara substantif menyangkut sosialisasi, diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya dan praktik demokrasi melalui pendidikan yang meliputi unsur-unsur hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga negara dalam suatu negara
PKn (Civic Education) adalah :  Suatu program pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur-unsur substatif yang meliputi Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani melalui model pembelajaran yang demokraatis, interaktif dan humanis dalam lingkungan yang demoktaris, untuk mencapai suatu standar kompetensi yang telah ditentukan.
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL   ( UU RI 20/2003)
PENDIDIKAN NASIONAL BERFUNGSI :
“Mengembangkan Kemampuan Dan Membentuk Watak Serta Peradaban Bangsa Yang Bermartabat Dalam Rangka Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”  (Ps 3 Uu Ri No 20 Tahun 2003)

PENDIDIKAN NASIONAL BERTUJUAN :
“Untuk Berkembangnya Potensi Peserta Didik Agar Menjadi Manusia Yang Beriman Ban Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sehat, Berilmu, Cakap, Kreatif, Mandiri, Dan Menjadi Warganegara Yang Demokratis Dan Bertanggung Jawab”      ( Ps 3 Uu Ri No.20 Tahun 2003)



1.     Pendahuluan
a)      Tujuan perkuliahan pendidikan kewarganegaraan, Ruang lingkup materi pendidikan kewarganegaraan, Orientasi pendidikan kewarganeraan, Urgensi pendidikan kewarganegaraan dalam pembangunan Demokrasi berkeadaban.
b)      Identitas Nasional, Pengertian Identitas nasional, Unsur-unsur pembentuk Identitas Nasional, Nasionalisme Indonesia dan konsep-konsep turunannya dan perlunya Integritas Nasional.

2.     Negara
Yang akan dibahas mengenai  Konsep dasar tentang negara, Unsur-unsur negara, Teori tentang terbentuknya negara, Bentuk-bentuk negara, Negara dan agama, Konsep relasi Agama dan Agama dalam Islam, dan Hubungan Islam dan Negara di Indonesia.

3.     Kewarganegaraan.
 Konsep dasar tentang warganegara, Asas kewarganegaraan, Unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan, Problem status kewarganegaraan, Karakteristik warga negara yang demokrat, Cara dan bukti memperoleh Kewarganegaraan Indonesia, dan Hak – kewajiban warganegara.
      
4.     Konstitusi.
Konsep dasar Konstitusi, Pentingnya konstitusi dalam suatu negara, Konstitusi demokratis, Sejarah lahirnya konstitusi di Indonesia, Perubahan konstiutsi, Perubahan konstitusi di Indonesia serta Perubahan konstitusi di beberapa negara.

5.     Demokrasi
Makna dan hakikat demokrasi, Demokrasi dan hakekat demokrasi, Demokrasi sebagai pandangan hidup, Unsur penegak demokrasi, Model-model demokrasi, Prinsip dan parameter demokrasi, Sejarah dan perkembangan demokrasi di barat, Sejarah dan perkembangan demokrasi di Indonesia serta Islam dan demokrasi.



6.     Otonomi Daerah
Arti otonomi daerah, Arti penting Otonomi Daerah-Desentralisasi, Visi Otonomi daerah, Model desentralisasi, sejarah otonomi daerah di Indonesia, Prinsip-prinsip otonomi daerah dalam UU No.22 tahun 1999, Pembagian Kekuasaan antara pusat dan Daerah dalam UU No.22 tahun 1999, serta Otonomi daerah dan Demokratisasi.

7.     Good Governance
Urgensi dan arti penting good governance, Prinsip-prinsip good governance dan Good governance dalam kerangka otonomi daerah.

8.     Hak Asasi Manusia
Pengertian dan hakekat HAM,Perkembangan pemikiran HAM, Bentuk-bentuk HAM,  Nilai-nilai HAM,; antara nilai universal dan partikular, HAM dalam tinjauan Islam, HAM dalam perundang-undangan Nasional, Pelanggaran dan Pengadilan HAM, serta Penanggung jawab dalam  Penegakan (Respection), Pemajuan (Promotion), Perlindungan (Protection), dan Pemenuhan (fullfill) HAM.

9.     Masyarakat Madani
Pengertian  Masyarakat Madani, Sejarah dan Perkembangan Masyarakat Madani, karakteristik Masyarakat Madani, Pilar penegak Masyarakat Madani, Masyarakat Madani demokratisasi serta Masyarakat  Madani indonesia.

BAB I PENDAHULUAN
Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan:
            Pada bab ini akan mempelajari dan memahami tentang pengertian, kompetensi dasar, tujuan , ruang lingkup, paradigma dan urugensi Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) dalam Pembangunan Demokrasi berkeadaban, dan setelah mempelajari ini di harapkan mahasiswa dapat:
v  Menjelaskan pengertian Pendidikan kewarganegaraan (civic education)
v  Menganalisis kompetensi dasar, tujuan dan ruang lingkup materi Pendidikan     kewarganegaraan,
v  Menganalisis paradigma pembelajaran PKn
v  Menganalisis urgensi PKn dalam pembangunan demokrasi berkeadaban
v  Menyadari arti penting PKn sebagai media pembentukan kepribadian bangsa yang mengedepanka n nilai-nilai demokrasi, HAM, dan masyarakat madani
v  Berpartisipasi  dalam upaya pengembangan dan penegakan Demokrasi , HAM, dan masyarakat Madani. 

            Kehadiran PKn pada masa reformasi ini haruslah dimaknai sebagai jalan yang mampu mengantar bangsa Indonesia menciptakan demokrasi, good governance, negara hukum dan masyarakat madani di Indonesia sebagaimana di idealkan oleh seluruh rakyat .  Tentunya ekspetasi ini harus disertai dengan tindakan konkrit bangsa ini, khususnya kalangan Perguruan Tinggi, untuk mengapresiasi dan mengimplementasikan  PKn dalam dunia pendidikan. Sehingga  pembelajaran PKn (civic education) sangat penting artinya bagi penumbuhan kultur demokrasi (democratic cultur) di Indonesia.
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL ( UU No. 20/2003)
Penjelasan Pasal 37 Ayat (1) UU RI No.20 Tahun 2003 : “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”
MISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI ( Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 )
Membantu mahasiswa selaku warganegara, agar mampu :
v  Mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa Indonesia,
v  Mewujudkan kesadaran berbangsa dan bernegara,
v  Menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab terhadap kemanusiaan.



TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI                                      
(Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 )Agar mahasiswa :
v  Memiliki motivasi menguasai materi pendidikan kewarganegaraan,
v  Mampu mengkaitkan dan mengimplementasikan dalam peranan dan kedudukan serta kepentingannya, sebagai individu, anggota keluarga/masyarakat dan warganegara yang terdidik.
v  Memiliki tekad dan kesediaan dalam mewujudkan kaidah-kaidah nilai berbangsa dan bernegara untuk menciptakan masyarakat madani.

KOMPETENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DIPERGURUAN TINGGI (Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 ) Bertujuan Untuk Menguasai :
v  Kemampuan berfikir,
v  Bersikap rasional, dan dinamis,
v  Berpandangan luas sebagai manusia intelektual.

Mengantarkan mahasiswa selaku warganegara, memiliki :
a. Wawasan kesadaran bernegara,      untuk  : bela Negara dan cinta tanah air.
b. Wawasan kebangsaan, untuk : kesadaran berbangsa dan mempunyai ketahanan nasional.
c. Pola pikir, sikap yang komprehensif-  Integral  pada seluruh aspek kehidupan nasional.

MUATAN KONSEPTUAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
ü  Domain kajian ilmiah
ü  Domain kurikuler
ü  Domain sosial-kultural
ü  Smart & good citizenship

SEJARAH DIK KEWARGANEGARAAN
·         USA 1790 à “theory of Americanization” menyangkut masalah warganegara dgn hak kewajiban, pemerintah & negara
·         Diikuti oleh negara-negara kolonial dgn maksud supaya “kaula negara” tunduk pada aturan pemerintah kolonial
·         Masa modern dipakai utk membina  agar WN cinta tanah air & siap berkorban utk negara dan bangsa.

WACANA KONSEPTUAL PENDIDIDKAN KEWARGANEGARAAN DI DUNIA ISTILAH :
·          Civics, Civic Education        (USA)
·          Citizenship Education           (UK)
·          Ta’limatul Muwwatanah, Tarbiyatul Al Watoniyah (TIMTENG)   
·          Educacion Civicas (MEXICO)
·          Sachunternicht          (JERMAN)
·          Civics, Social Studies (AUSTRALIA)
·          Social Studies (USA NEW ZEALAND)
·          Life Orientation        (AFSEL)
·          People And Society (HONGARIA)
·          Civics And Moral Education (SINGAPORE)
·          Obscesvovedinie       (RUSIA)

Latar Belakang
1.      Globalisasi
 Dipicu Revolusi teknologi
1)    Transportasi à dunia “menyempit”
2)    Telekomunikasi à “percepatan” jalan sejarah àe-mail dls
3)    Turisme à Perdagangan (trade)

2.      Dunia Tanpa Batas
1)      Warganegara à Warga Kosmopolit
2)      Multi National Corporation
3)      Liberalisasi

3.      Global Paradox
1)      Perusahaan besar à melemah
2)      Perusahaan kecil à kaya fungsi
3)      Pekerja unggul/ulung dicari

4.      Konflik:
  1. Konflik Budaya à 9 saling berhadapan
a.       Barat Modern, Muslim, Amerika Latin, Hindu,
b.      Budha, Sino, Sinto, Afrika, Ortodox
  1. Konflik Kekerasan à
a.       Dunia “menyempit”, “Percepatan” jalannya sejarah,
b.      Kemajuan tenologi militer, Kebangkitan demokrasi

5.      Visi Indonesia 2020 à masyarakat Indonesia yang: religius – manusiawi – bersatu – demokratis –     adil – sejahtera – maju – mandiri – serta baik &            bersih dalam penyelenggaraan negara

6.      Indikator keberhasilan:
  1. Penghormatan thd martabat manusia
  2. Semangat persatuan & kesatuan – toleransi, kepedulian &tanggung jawab sosial
  3. Budaya  & perilaku sportif à menghargai & menerima perbedaan dlm kemajemukan
  4. Partisipasi politik
  5. Berkembangnya orsos, ormas & orpol
  6. SDM à mampu kerjasama & bersaing
  7. Kemampuan & ketangguhan berbangsa & bernegara
  8. Penyelenggaran negara yg profesional

Persyaratan Kerja Era Global
1)      Knowledge & Skill
·         Computing
·         Analysis
·         Sintesis
·         Management Ambiguity
·         Communication
2)      Attitude
·         Leadership
·         Team working
·         Can work cross culturally
·         Personality
3)      Know character of the work
·         Terlatih etika kerja
·         Paham globalisasi
·         Fleksibel tentang pilihan kerja
Persyaratan Kerja
Kurikulum UNESCO
Kurikulum Nasional
Pengetahuan &    Ketrampilan
Learning to know
MK Keilmuan & Ketrampilan (MKK)
Learning to do
MK Keahlian Berkarya
        (MKB)
Perilaku
Learning to be
MK Perilaku Berkarya
        (MPB)
MK Pengembangan Kepribadian (MPK)
Mengenal Sifat Pekerjaan
Learning to live together
MK Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)

Ø  Era Global telah merubah wajah dunia dengan dua fenomena :
    1) Kemajuan IPTEK dengan segala efeknya
    2) Pergeseran Nilai-Nilai Sosio Budaya
Ø  diperlukan Matakuliah yang mempunyai misi sebagai “pendidikan nilai dan pengembangan kepribadian bangsa”, misi inilah yang diberikan kepada MK. "Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)”.

 LANDASAN PKN
 1. Landasan Yuridis
Landasan Yuridis :
a.       UU No. 20 / 2003 ( Sisten pendidikan Nasional) kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat  Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa.
b.      PP No. 19 / 2005 (Standar Nasional Pendidikan) kurikulum tingkat satuan Pendidikan Tinggi wajib memuat MK. Pendidikan Agama, PKn dan Bahasa Indonesia serta Bahasa Inggris.
c.       SK. No. 43/DIKTI/Kep/2006 (Rambu-Rambu Pelaksanaan (MKPK) di Perguruan Tinggi Menetapkan  MKPK di Perguruan Tinggi = Pendidikan Agama, PKn dan Pendidikan Pancasila.
 2. Landasan Ilmiah
Landasan Ilmia Secara rasional Ilmiah :
a.        setiap bangsa dan negara bertujuan meningkatkan tarap hidup warga negaranya.
b.       setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangngan dan  perubahan masa depannya.
 Untuk itu di perlukan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni  (Iptek) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, moral dan budaya bangsa.          
KONSEP IDENTITAS NASIONAL
Identitas Nasional adalah ciri, jati diri dan tanda-tanda yang melekat pada suatu negara
Dimensi dalam identitas nasional antara lain :
1.      Pola perilaku, adalah gambaran pola perilaku yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: adat istiadat, budaya dan kebiasaan, ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan gotong-royong yang merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat istiadat dan budaya.
2.      Lambang-lambang, adalah sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungsi negara. Lambang-lambang ini biasanya dinyatakan dalam undang-undang, misalnya: bendera, bahasa dan lagu kebangsaan.
3.      Alat-alat perlengkapan, adalah sejumlah perangkat atau alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang berupa bangunan, peralatan dan teknologi, misalnya : bangunan candi, masjid, peralatan manusia seperti pakaian adat dan teknologi bercocok tanam; dan teknologi seperti kapal laut, pesawat terbang dan lainnya.
4.      Tujuan yang ingin dicapai, identitas yang bersumber dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti : budaya unggul, prestasi dalam bidang tertentu. Sebagai sebuah bangsa yang mendiami sebuah negara, tujuan bangsa Indonesia telah tertuang dalam pembukaan UUD 45, yakni kecerdasan dan kesejahteraan bersama bangsa Indonesia.

Unsur Pembentuk Identitas Nasional :
1.suku,
2.agama,
3.bahasa, dan
4.budaya



KONSEP NASIONALISME
Nasionalisme adalah sebuah situasi kejiwaan dalam wujud kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa
WATAK NASIONALISME
Watak nasionalisme Indonesia yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan secara garis besar terdapat tiga pemikiran yakni paham ke-Islaman, Marxisme, dan Nasionalisme Indonesia. Nasionalisme Indonesia pada dasarnya berwatak inklusif dan berwawasan kemanusiaan.
Tujuan akhir : Mampukah Pendidikan Kewarganegaraan menjadi lokomotif yang tangguh untuk menarik “Nation’s Competitiveness” yang tertinggal dari negara lain


BAB II NEGARA

Konsep Masyarakat, Bangsa dan Negara
§  menjelaskan perbedaan antara masyarakat, bangsa dan  negara,
§  menjelaskan fungsi dan tujuan negara,
§  menganalisis unsur-unsur negara,
§  menganalisis teori terbentuknya negara,
§  menganalisis hubungan agama dan  negara menurut Islam, dan
§  menganalisis hubungan agama dan negara di Indonesia.
§  Konsep masyarakat, bangsa dan  negara.
§  Fungsi dan tujuan negara.
§  Unsur-unsur negara.
§  Teori terbentuknya negara.
§  Hubungan agama dan negara menurut Islam.
§  Hubungan agama dan negara di Indonesia.

Konsep Masyarakat
Masyarakat merupakan kumpulan individu-individu yang mempunyai kepentingan sama, misalnya; masyarakat desa, masyarakat petani, masyarakat kota
         Benidict Anderson
Bangsa adalah komunitas politik yang dibayangkan, artinya tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Komunitas politik yang dibayangkan itu terdapat dalam wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat.

PENGERTIAN dan HAKEKAT BANGSA
Bangsa adalah orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri, atau  kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa serta wilayah tertentu di muka bumi
PENGERTIAN DAN HAKEKAT NEGARA
Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat
§  Harold J. Laski,
Negara sering dipandang sebagai suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.
Konsep Bangsa :
Memiliki 2  pengertian (Yatim, 1999) :
yaitu bangsa dalam pengertian sosiologis antropologis dan politis.
Bangsa dalam Arti Sosiologis Antropologis adalah persekutuan hidup masyarakat yang berdiri sendiri yang masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama dan adat istiadat.
Jadi mereka menjadi satu bangsa karena disatukan oleh kesamaan ras, budaya, keyakinan, bahasa dan sebagainya. Ikatan demikian disebut ikatan primordial. Persekutuan hidup masyarakat semacam ini dalam suatu negara dapat merupakan persekutuan hidup yang mayoritas dan dapat pula persekutuan hidup minoritas.
Fungsi Negara
  • Secara Umum :
Menciptakan keadaan dimana rakyat dapat tercapai keinginannya secara maksimal. (Harold J. Laski)
  • Secara Rinci :
1.      Melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat.
2.      Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
3.      Pertahanan. Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk itu negara dilengkapi dengan alat pertahanan.
4.      Menegakkan keadilan yang dilaksanakan melalui badan-badan peradilan.

Bangsa dalam Arti Politis adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Jadi mereka diikat oleh kekuasaan politik, yaitu negara.
Proses Pembentukan Bangsa dan Negara
Secara umum proses pembentukan bangsa dan negara yaitu model ortodoks dan model mutakhir (Surbakti, 1999)
  1. model ortodoks yaitu bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu, untuk kemudian bangsa itu membentuk satu negara sendiri.
Contoh, bangsa Yahudi berupaya mendirikan negara Israel untuk satu bangsa yahudi.
  1. model mutakhir yaitu berawal dari adanya negara terlebih dahulu yang terbentuk melalui proses tersendiri, sedangkan penduduk negara merupakan sekumpulan suku bangsa dan ras.
Contohnya adalah kemunculan negara amerika serikat pada tahun 1777.  (Winarno, 2007).

Konsep Negara
Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa bahasa asing, state (Inggris), Staat (Belanda dan Jerman) atau etat  (Prancis). Kata-kata tersebut berasal dari kata latin status atau statum yang memiliki pengertian tentang keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Pengertian status atau statum dalam bahasa Inggris lazim diartikan dengan standing atau station (kedudukan). Istilah ini sering dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup antarmanusia yang biasa disebut dengan istilah status civitatis atau status republicae. Dari pengertian yang terakhir inilah kata status selanjutnya dikaitkan dengan kata negara.
Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yangn berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah negara yang berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat. 
Menurut Roger h. Soltau, negara merupakan perpaduan antara agency (alat) dan wewenang (authority) yang mengatur dan mengendalikan persoalan- persoalan bersama.
Menurut Harold J. Laski, negara sering dipandang sebagai suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.  Dengan pengertian lain, negara adalah sebuah kelompok manusia yang hidup bersama untuk mencapai suatu cita-cita bersama.
Max Weber mendefinisikan negara dengan sebuah masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.


Fungsi dan Tujuan Negara
Fungsi negara merupakan gambaran apa yang dilakukan negara untuk mencapai tujuannya. Fungsi negara dapat dikatakan sebagai tugas daripada negara.Negara sebagai organisasi kekuasaan dibentuk untuk menjalankan tugas-tugas tertentu.
§  John Locke
a)  fungsi Legislatif, untuk membuat peraturan,
b)  fungsi Eksekutif, untuk melaksakan peraturan, dan
c)  fungsi Federatif, untuk mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang dan damai.
  • Montesquieu 
a)  fungsi Legislatif, membuat undang-undang,
b)  fungsi Legislatif, melaksanakan undang-undang, dan
c)  fungsi yudikatif, untuk mengawasi agar semua paraturan ditaati (fungsi mengadili),
  • Van Vollen Hoven
a)  regeling, membuat peraturan;
b)  bestuur, menyelenggarakan pemerintahan,
c)   rechtspraak, fungsi mengadili, dan
d)  politie, fungsi ketertiban dan keamanan.
  • Goodnow
a)       policy making, yaitu kebijaksanaan negara untuk waktu tertentu, untuk seluruh masyarakat, dan
b)        policy executing, yaitu kebijaksanaan yang harus dilaksanakan untuk tercapainya policy making (Winarno, 2007). 
  • Harold Laski menyatakan bahwa fungsi negara adalah menciptakan keadaan dimana rakyat dapat tercapai keinginannya secara maksimal.
Tujuan Negara Republik Indonesia
Gagasan Soepomo menjadi dasar terbentuknya tujuan Negara RI, seperti termaktub di dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV:
  1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
  2. Memajukan kesejahteraan umum
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
  4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

UNSUR-UNSUR NEGARA
Penduduk, wilayah. Pemerintahan, kedaulatan
TEORI TERBENTUK NEGARA
v  Teori Kontrak Sosial
v   Teori Ketuhanan
v   Teori Kekuasaan/Kekuatan
v   Teori Patriarkhal dan Matriarkhal
v   Teori Organik
v   Teori Daluwarsa
v   Teori Alamiah
v   Teori Identitas
v   Teori Historis
NEGARA DALAM KONSEP ISLAM
  • Tidak ditemukan rumusan yang pasti (qath’i’) tentang konsep negara. Dua sumber Islam, al-Qur’an dan al-Sunnah, tidak secara tersurat mendefinisikan model negara dalam Islam. Namun demikian, keduanya memuat prinsip-prinsip dasar tata cara hidup bermasyarakat. Ketidakadaan konsep yang pasti tentang negara telah melahirkan beragam pemikiran tentang konsep negara dalam tradisi pemikiran politik.(Ubaidillah, dkk: 2006)
  • Kesimpulan yang dapat kita ambil dari kitab Suci  al-Qur’an tentang negara, sebagai berikut:
1.      Negara bukanlah suatu benda yang mati atau tetap, melainkan dia adalah suatu benda yang hidup yang selalu menghadapi percobaan. Perkataan “daulah” yang berarti “senantiasa beredar menunjukkan sifat-karakter yang pasti dari negara, ialah barang hidup yang selalu menerima dan melakukan perobahan.
2.      Negara harus diwujudkan untuk memberi sebanyak-banyaknya kemakmuran kepada seluruh rakyat, dengan melakukan pembagian rezeki yang seadil-adilnya, hingga tidak ada golongan yang memegang monopoli atas modal dan perekonomian.
3.      Kehidupan negara senantiasa dipengaruhi oleh politik dan ekonomi. Bukan saja politik dan ekonomi mempengaruhi tumbuh dan bangkrutnya suatu negara, tetapi politik dan ekonomi adalah alat yang sakti di tangan negara. Dan seterusnya kekuasaan negara haruslah ditujukan kepada politik dan ekonomi yang teratur.
  • Di Indonesia, kata “negara” telah terkenal pada zaman Purbakala. Dalam bahasa Jawa Kuno, kata negara itu sama artinya dengan “kerajaan”, “kraton”, atau juga “rakyat”. (Samidjo, 1986)
PROSES BERBANGSA DAN BERNEGARA
Memberikan gambaran tentang bagaimana terbentuknya bangsa dimana sekelompok manusia yang berada didalamnya merasa sebagai bagian dari bangsa.
Negara merupakan organisasi yang mewadai bangsa-bangsa tersebut merasakan pentingnya keberadaan Negara sehingga tumbuhlah kesadaran untuk mempertahankan untuk tetap tegaknya dan utuhnya Negara melalui upaya bela Negara
HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA MENURUT ISLAM
  • Paradigma Integralistik
  • Paradigma Simbiotik
  • Paradigma Sekularistik
Hubungan Agama dan Negara di Indonesia
Masalah hubungan Islam dan negara di Indonesia merupakan persoalan yang menarik untuk dibahas, karena tidak saja Indonesia merupakan negara yang mayoritas warga negaranya beragama Islam, tetapi karena kompleksnya persoalan yang muncul. Mengkaji hubungan agama dan negara di indonesia, secara umum digolongkan menjadi dua bagian, yakni hubungan yang bersifat antagonistik dan hubungan yang bersifat akomodatif.
Hubungan agama dan negara yang bersifat antagonistik
Eksistensi politik Islam pada awal kemerdekaan sampai pascarevolusi pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan negara. Persepsi tersebut, membawa implikasi terhadap keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestikasi terhadap gerak ideologi politik Islam. Sebagai hasil dari kebijakan semacam ini, bukan saja para pemimpin dan aktivis politik Islam gagal untuk  menjadikan Islam sebagai ideologi dan atau agama negara (pada tahun 1945 dan dekade 1950an), tetapi mereka juga sering disebut sebagai kelompok yang secara politik ‘minoritas” atau “outsider”. Lebih dari itu, bahkan politik Islam sering dicurigai sebagai anti ideologi negara Pncasila (Bachtiar Efendy dalam Rosyada: 2003)  
Lebih lanjut Bahtiar mengatakan, bahwa di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik Islam dan negara tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan yang berbeda. Awal hubungan antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa pergerakan kebangsaan, ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan tentang kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Perdebatan ini mencapai klimaknya di Konstituante pada paruh kedua dasawarsa 1950-an. Pergulatan ini memunculkan mitos tertentu sejauh yang menyangkut pemikiran dan praktik politik Islam. Kendatipun ada upaya-upaya untuk mencari jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an, kecenderungan legalistik, formalistik dan simbiotik itu masih berkembang pada sebagian aktivis Islam pada dua dasawarsa pertama pemerintahan Orde Baru. Antara lain, alasan-alasan seperti: negara memberlakukan kebijakan the politics of containment agar wacana politik Islam yang formalistik, legalistik, dan simbiotik itu berkembang lebih lanjut. Setelah pemerintahan Orde Baru, terjadi kontrol yang berlebihan yang diterapkan terhadap kekuatan politik Islam, terutama pada kelompok radikal yang dikhawatirkan semakin militan dan menandingi eksistensi negara.
Hubungan Agama dan Negara di Indonesia bersifat : Antagonistik Akomodatif
Hubungan Agama, Negara dan  Idiologi di Indonesia
Hubungan agama dan warga negara, ibarat ikan dan airnya. Keduanya memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat. Negara Indonesia, sesuaindengan konstitusi, misalnya berkewajiban untuk menjamin dan melindungi seluruh warga negara Indonesia tanpa kecuali. Negara berkewajiban untuk menjamin dan melindungi  hak-hak warga negara dalam beragama sesuai dengan keyakinannya, hak mendapatkan pendidikan, kebebasan berorganisasi dan berekspresi.
  • Hubungan Agama dan Negara: Kasus Islam
Dalam Islam, hubungan agama dan negara masih menjadi perdebatan yang intensif di kalangan pakar muslim hingga kini. Menurut Azyumardi Azra, ketegangan perdebatan hubungan tentang hubungan agama dan negara dalam Islam disulut oleh hubungan yang agak canggung antara Islam sebagai agama (din) dan negara (dawlah). Berbagai eksperiman telah dilakukan untuk menyelaraskan antara din dan dawlah dengan konsep dan kultur politik masyarakat muslim. Seperti halnya percobaan demokrasi di sejumlah negara di dunia, penyelarasan din dan dawlah di banyak negeri-negeri muslim telah berkembang secara beragam. Perkembangan wacana demokrasi di kalangan negara-negara muslim dewasa ini semakin menambah maraknya perdebatan Islam dan negara.
  • Hubungan Islam dan negara modern secara teoritis dapat diklasifikasikan kedalam tiga pandangan: integralistik, simbiotik, dan sekularistik.  
1.      Paradigma Integralistik
Paradigma ini hampir sama persis dengan pandangan negara teokrasi Islam. Paradigma ini menganut paham dan konsep agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Faham ini juga memberikan penegasan bahwa negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama. Konsep ini menegaskan kembali bahwa Islam tidak mengenal pemisahan antara agama (din) dan politik atau negara (dawlah).
2.      Paradigma simbiotik
Menurut paradigma simbiotik, hubungan agama dan negara berada pada posisi saling membutuhkan dan bersifat timbal balik (symbiosis mutualita). Dalam konteks ini, agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara juga memerlukan agama, karena agama juga membantu negara dalam pembinaan moral, etika, dan spiritualitas warga negaranya. Menurut pendapat Ibnu Taimiyah antara negara dan agama merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling membutuhkan. Oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal dari adanya kontrak sosial (social contract) tetapi bisa diwarnai oleh hukum agama (syari’at). Dengan kata lain, agama tidak mendominasi kehidupan bernegara, sebaliknya ia menjadi sumber moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Model pemerintahan negara Mesir dan Indonesia dapat digolongan kepada kelompok paradigma ini. 
3.      Paradigma sekularistik
Paradigma ini beranggapan ada pemisahan yang jelas antara agama dan negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain tidak boleh melakukan intervensi. Negara adalah urusan publik, sementara agama merupakan wilayah pribadi masing-masing individu warga negara (Rosyada, 2003). 
Hubungan agama dan negara yang bersifat akomodatif,  Pertengahan tahun 1980-an, gejala ketegangan antara Islam dan negara mulai menurun, hal ini ditandai semakin terbukanya peluang umat Islam untuk mengembangkan wacana politiknya serta munculnya kebijakan-kebijakan yang dianggap positif bagi umat Islam.
Menurut Affan Gaffar (dalam Rosyada, 2003) kecenderungan akomodasi negara terhadap Islam juga ditengarahi adanya kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan dan kegamaan serta kondisi dan kecenderungan politik umat Islam sendiri. Pemerintah menyadari kelompok Islam merupakan kekuatan politik yang potensial, oleh karenanya negara lebih memilih akomodasi terhadap Islam, karena jika negara menempatkan Islam sebagai outseder, maka konflik akan sulit dihindari yang pada akhirnya akan membawa imbas terhadap proses pemeliharaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Munculnya sikap akomodatif dari negara terhadap Islam khususnya ditandai dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Nasional, Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama, munculnya ICMI dan lain sebagainya.
Menurut Affan Gaffar (dalam Dede Rosyada: 2003), munculnya sikap akomodatif negara terhadap Islam ada beberapa alasan, pertama, dari kacamata pemerintah, Islam merupakan kekuatan yang tidak dapat diabaikan yang pada akhirnya kalau diletakkan pada posisi pinggiran, akan menimbulkan masalah politik yang cukup rumit. Oleh karenanya sudah sewajarnya diakomodasi, sehingga konflik dapat diredam sejak dini.Kedua, di kalangan pemerintah sendiri, terdapat sejumlah figur yang tidak terlalu fobia terhadap Islam, bahkan mereka mempunyai dasar ke-Islaman yang  kuat sebagai akibat dari latar belakangnya, misalnya Emil Salim, B.J. Habibie, Akbar Tanjung dan lain sebagainya. Mereka tentu saja berperan dalam membentuk sikap politik pemerintah paling tidak untuk tidak menjauhi Islam. Ketiga, adanya perubahan persepsi, sikap dan orientasi politik di kalangan Islam itu sendiri.





BAB III KEWARGANEGAN
Pengertian warga negara
  • warga negara ialah orang-orang Bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga Negara.
  • Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan UU.
  • Adapun asas kewarganegaraan yang digunakan untuk menentukan seseorang masuk tidaknya seseorang sebagai warganegara ialah dengan dua cara:
a.       Asas keturunan atau ius sanguinis dan
b.      Asas tempat kelahiran atau ius soli.
Syarat-Syarat menjadi warga negara ditetapkan oleh undang-undang (Pasal 26 ayat 2).
Untuk menentukan seseorang masuk tidaknya seseorang sebagai warganegara dengan dua cara;
a. Asas keturunan atau ius sanguinis dan
b. Asas tempat kelahiran atau ius soli.
Cara Lain Menentukan Kewarganegaraan
Selain dua asas tersebut untuk menentukan kewarganegaraan seseorang, juga dipergunakan dua stelsel :
         Stelsel aktif
         Stelsel Pasif
Menurut stelsel aktif orang harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu secara aktif untuk menjadi warga negara. Menurut stelsel pasif orang dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa melakukan suatu tindakan hukurn tertentu.
Dalam stelsel kewarganegaraan terdapat dua hak :
(a)     hak opsi, yaitu hak untuk memilih suatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif);
(b)    Hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak suatu kewarganegaraan (dalam stelsel pasif).
Asas kewarganegaraan yang digunakan untuk menentukan seseorang masuk tidaknya sebagai warganegara ialah dengan dua asas:
1.      asas keturunan atau ius sanguinis
menetapkan kewarganegaraan seorang menurut pertalian atau keturunan dari orang bersangkutan. Jadi yang menentukan kewarganegaraan seseorang ialah kewarganegaraan orang tuanya, dengan tidak mempertimbangkan tempat ia dan orang tuanya berada dan dilahirkan.
Contoh: Seseorang yang lahir di negara A, yang orang tuanya adalah warga Negara B.


2.      asas tempat kelahiran atau ius soli.
menetapkan kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau negara tempat ia dilahirkan.
Contoh, seseorang yang lahir di negara Indonesia, adalah warga negara Indonesia walaupun orang tuanya adalah warga negara Singapura
Selain dua asas tersebut untuk menentukan kewarganegaraan seseorang, juga dipergunakan dua stelsel, yaitu:
1.      stelsel aktif orang harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu secara aktif untuk menjadi warga negara.
2.      stelsel pasif orang dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa melakukan suatu tindakan hukum tertentu.
      UU Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
      Nomor 6 Tahun 1947 .
      Nomor 3 Tahun 1946 .
      Nomor 8 Tahun 1947.
       Nomor 11 Tahun 1948 .Nomor 62 Tahun 1958.
      Nomor 4 Tahun 1969.
       Nomor 3 Tahun 1976. Nomor 13 Tahun 1976,
      dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 12Tahun 2006.

Tentang Kewarganegaraan
HAK DAN KEWAJIBAN WARGANEGARA DLAM UUD 45
      Ps.  27. Ayat 1. Persamaan hukum dan kedudukan. Ayat 2.Hak atas Pekerjaan
      Ps. 28. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul
      Ps. 29. Ayat 2. Kebebasan utk memeluk Agama
      Ps. 30. Hak utk membela negara
      Ps. 31. Hak utk mendapat pengajaran
Rakyat : Rakyat suatu negara meliputi semua orang yang bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaan negara dan tunduk pada kekuasaan negara itu. Pada permulaan rakyat dari suatu negara hanya terdiri dari orang-orang dari satu keturunan yang berasal dari satu nenek-moyang. Dalam hal ini faktor yang terpenting adalah pertalian darah. Akan tetapi wilayah negara itu didatangi oleh orang-orang dari negara lain yang mempunyai nenek moyang lain pula.
Penduduk : Faktor tempat tinggal seseorang darimanapun asalanya akan menentukan apakah seorang termasuk dalam pengertian rakyat dari negara tempat tinggal atau tidak. Adapun orang-orang yang berada di wilayah suatu negara dapat dibagi atas penduduk dan bukan penduduk.
Warganegara : Ialah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu. Bukan penduduk ialah mereka yang berada di wilayah suatu negara untuk sementara waktu dan tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah negara itu.
Warga Negara Indonesia ditentukan dalam UU Kewarganegaraan,
Di Indonesia kewarganegaraan itu diatur dalam UU No. 12 tahun 2006.
UUD 1945 pasal 26, 27, 28 dan 30 dinyatakan:
1.      pasal 26.
1)      Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia,
2)      Hal-hal yang mengenai warga Negara dan penduduk diatur dengan undang-undang
2.  pasal 27,
1)      Segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib     menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2)      Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.


3.      pasal 28,
 kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang -undang.
4.  pasal 30,
 Hak dan Kewajiban Warga Negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara dan agar menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang.

Pasal 26 ayat (1) mengatur siapa saja yangtermasuk warga negara Republik Indonesia. Pasal ini, dengan tegas menyatakan bahwa yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain, misalnya peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, peranakan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya, bersikap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan disahkan oleh undang-undang sebagai warga negara. Syarat-Syarat menjadi warga negara.juga ditetapkan oleh undang-undang (Pasal 26 ayat 2).

Hak dan kewajiban Warga Negara diatur dalam UUD 1945 pasal 26,27,28,29,30 dan 31.
Dalam menentukan kewarganegaraannya, beberapa negara memakai asas ius soli, sedang di negara lain berlaku asas ius sanguinis. Hal demikian itu menimbulkan dua kemungkinan, yaitu:
1.    apatride,yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan, dan
2.    bipatride, yaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai kewarganegaraan ganda (kewarganegaraan rangkap atau dwi- kewarganegaraan).

Kewarganegaraan Republik Indonesia
Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, ihwal kewarganegaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
Undang-Undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1947 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1946 dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan Pernyataan Berhubungan dengan Kewargaan Negara Indonesia dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang Waktu Lagi untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
Selanjutnya, ihwal kewarganegaraan terakhir diatur dengan UndangUndang Nomor 62 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1969,  Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1976, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1976, dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 12Tahun 2006.
Cara  dan Syarat-syarat Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat diperoleh dengan pewarganegaraan.
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.      telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
2.      pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ; berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun berturut-turut;
3.      sehat jasmani dan rohani;
4.      dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5.      tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
6.      jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi berkewarganegaraan ganda; dan
7.      mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan harus membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
1.      Hak warganegara :
Dalam Undang-Undang Dasar 1945  hak warganegara  dinyatakan dengan tegas  dalam salah satu pasalnya. Ada juga beberapa hak yang akan diatur lagi dengan undang-undang.
Pasal-pasal tentang hak  warga Negara;
1)      Pasal 27 ayat 1,
Segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
2)      Pasal 27 ayat 2,
Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
3)      Pasal 28,
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
4)      Pasal 29 ayat 2,
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
5)      Pasal 30,
Tiap-tiap warganegara berhak (dan wajib) ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
6)      Pasal 31,
Tiap-tiap warganegara berhak mendapat pengajaran.
2.      Kewajiban Warganegara
Jika diadakan perbandingan, pasal-pasal dalam UUD 1945 mengenai hak warganegara Iebih banyak daripada pasal-pasal mengenai kewajiban warganegara. Akan tetapi, walaupun pasal-pasal mengenai kewajiban itu sedikit, tetapi isinya sangat luas. Coba perhatikan dua pasal yang berikut:
1)      Pasal 27,
Segala warganegara (bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan) wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali.
2)      Pasal 30,
Tiap-tiap warganegara (berhak dan) wajib ikut serta dalam pembelaan negara. 
Kita lihat bahwa kewajiban menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan yang diatur dalam pasal 27 di atas ternyata sangat luas daya cakupnya. Menjunjung tinggi hukum berarti menjunjung tinggi segala peraturan yang ada dan yang berlaku dalam Negara Republik Indonesia. Di dalamnya termasuk hukum yang tertulis dan hukum yang tidak tertulis.
 Dalam pasal 30 kita lihat bahwa usaha pembelaan negara itu dinyatakan sebagai hak dan sebagai kewajiban bagi tiap-tiap warganegara. Dikatakan hak sebab mempertahankan negara itu merupakan  hak  tiap-tiap negara. Dikatakan kewajiban sebab mempertahankan negara itu, harus dilaksanakan oleh tiap-tiap warganegara (wajib bela negara) (Simorangkir dan Say, 1997 :180-1).






BAB IV KONSTITUSI
HAKIKAT KONSTITUSI
Suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa (Mariam Budiarja)
TUJUAN KONSTITUSI
Membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat
FUNGSI KONSTITUSI
         sebagai sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan
         sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk sistem politik dan sistemm hukum negara
NILAI-NILAI DALAM KONSTITUSI
1. Nilai Normatif
2. Nilai Nominal
3. Nilai Semantik

KLASIFIKASI KONSTITUSI
1.    Tertulis dan Tidak Tertulis
2.    Fleksibel dan Kaku
3.    Derajat Tinggi dan Tidak Tinggi
4.    Serikat dan Kesatuan
5.    Sistem Parlementer dan Presidensial

SEJARAH KONSTITUSI DI INDONESIA
Terdapat 2 (dua) model perubahan konstitusi yaitu:
         Melalui renewel adalah sistem perubahan konstitusi dengan model perubahan konstitusi secara keseluruhan sehingga yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan;
         Melalui amandeman adalah perubahan konstitusi yang apabila suatu konstitusi dirubah konstitusi yang asli tetap berlaku.
Perubahan Konstitusi Indonesia
1.      UUD 1945 (1945 - 1949)
2.      Konstitusi RIS (1949-1950)
3.      UUDS (1950-1959)
4.      UUD 1945 (1959-1999)
5.      UUD 1945 (Amandemen I, 2000)
6.      UUD 1945 (Amandemen II, 2000)
7.      UUD 1945 (Amandemen III, 2002)
8.      UUD 1945 (Amandemen IV, 2000)

Konstitusi Demokratis
1.      menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan;
2.      mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas;
3.      adanya jaminan pengharaan terhadap hak-hak individu warga negara dan penduduk negara.
4.      pembaasan pemerintahan;
5.      adanya jaminan keterlibatan rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum yang bebas;
6.      adanya jaminan berlakunya hukm dan keadilan melalui proses peradilan yang independen, dan
7.      adanya pembatasan dan pembagian kekuasaan negara.


BAB V DEMOKRASI
HAKIKAT DEMOKRASI
Pemerintah Diselenggarakan :
  1. Dari Rakyat
  2. Oleh Rakyat
  3. Untuk Rakyat  

Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila terdapat 3 (tiga) hal berikut (Ubaidillah, dkk., 2006).
1.      pemerintahan dari rakyat, mengandung pengertian bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi. Pengakuan dan dukungan rakyat bagi suatu pemerintahan sangatlah penting, karena dengan legitimasi politik tersebut pemerintah dapat menjalankan roda birokrasi dan program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat kepadanya.
2.      pemerintahan oleh rakyat, memiliki pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan atas dorongan pribadi elit negara atau elit birokrasi, atau dengan kata lain dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat. Pengawasan dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung oleh perwakilannya.
3.      pemerintahan untuk rakyat mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat umum harus dijadikan landasan utama kebijakan sebuah pemerintahan yang demokratis.


BENTUK-BENTUK DEMOKRASI
1. a) Demokrasi Langsung
    b) Demokrasi Tidak Langsung
2. a) Substantive Democracy
    b) Formal Democracy
3. a) Demokrasi Perwakilan Leberal
     c) Demokrasi Satu Partai dan 
         Komunisme

UNSUR-UNSUR DEMOKRASI
1)      Kebebasan membentuk organisasi
2)      Kebebasan berekspresi
3)      Hak milik diakui
4)      Adanya jabatan publik
5)      Hak memilih dan dipilih
6)      Kebebasan pers
7)      Adanya lembaga rakyat
 Unsur-Unsur Tegaknya Demokrasi
a)      Negara Hukum
b)      Masyarakat Madani
c)      Aliansi Kelompok Strategis
Unsur-Unsur Demokrasi Menurut Nurkhalis Madjid
1)       Kesadaran akan pluralisme
2)      Musyawarah Ketiga, cara haruslah santun dan beradab
3)       Norma kejujuran dalam permufakatan,
4)       Kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban
5)       Trail and error
SEJARAH DEMOKRASI DI INDONESIA
Ø  Sejarah perkembangan dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat dibagi kedalam 4 periode :
  1. Periode l945 – l959, Demokrasi Parlementer
  1. Periode l959 – l965, Periode ini dikenal   dengan sebutan Demokrasi Terpimpin
  2. Periode l965 – l998, masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Demokrasi Pancasila
  3. Periode l998 – Sekarang
Periode ini sering disebut dengan Orde Reformasi karena erat kaitannya dengan gerakan reformasi yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen,
Pasca kemerdekanan telah mengalaimi pasang surut(fluktuasi) dari masa kemerdekaan sampai saat ini.
  Periode 1945-1959
Masa ini disebut demokrasi parlementer, karena kedudukan parlemen sangat kuat dan pada gilirannya menguat pula kedudukan partai politik. Perdebatan antar partai politik sering terjadi pula dengan kebijakan pemerintah bahkan sering berakhir dengan ketidaksepakatan.  Hal ini mendorong Presiden Soekarno untuk mengeluarkan dekrit presiden 5 juli 1959, untuk kembali pada UUD 1945.
  Periode 1959-1965
Masa ini disebut demokrasi terpimpin kareana demokrasi dikendalikan presiden yang mengakibatkan komunikasi tersumbat.
  Periode 1965-1998
Masa ini disebut demokrasi retorika karena baru gagasan untuk mengadakan koreksi total terhadap demokrasi terpimpin dan melaksanakan kehidupan berbangsa da bernegra berdasarkan UUD 1945 dan pancasila secara murni dan konsekuen. Namun belum sampai pada tataran praktis, karena dalam kenyataannya sama seperti yang dilakukan sebelumnya terpimpin kembali dengan metode lain bahkan terjadi kembali penyumbatan kominikasi politik.
  Periode 1998-sekarang
Masa kini yang disebur era reformasi ternyata tidak menemukan konsep mekanisme kehidupan negara yang baru karena metoda yang dilaksanakan mengandung ciri-ciri yang sama dengan periode 1945-1959, antara lain : menguatnya kedudukan DPR berarti mengutanya kedudukan partai politik contoh anggota DPRD dapat menjatuhkan Gubernur, Walikota dan Bupati.
PENDIDIKAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Dalam memberikan pendidikan tentang demokrasi yang terpenting adalah tentang norma atau unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis.
Ø  Konsep Demokrasi
  1. Demokrasi merupakan wujud kebersamaan dalam negara juga merupakan hak sekaligus kewajiban bagi warga negara karena sistem kekuasaan yang berlaku adalah :”Res Publica” dari, oleh dan untuk rakyat.
  2. Demokrasi berasal dari bahasa yunani, yakni kata “demos” berarti rakyat atau penduduk suatu  tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan, dengan demikian maka demokrasi dapat diartikan kekuasaan atau kedaulatan rakyat.
  3. Demokrasi tidaklah sama dengan kebebasan, Demokrasi sesungguhnya adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat praktik dan prosedur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku. 
  4. Demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan.
  5. Pada dasarnya demokrasi merupakan hal yang sangat penting bagi suatu negara, apalagi bila negara tersebut menyatakan diri sebagai negara hukum,
  6. Konsep demokrasi berkembang sejak 2000 tahun yang lalu diperkenalkan oleh Plato dan Aristoteles dengan isyarat agar penuh hati-hati karena demokrasi disamping sangat baik, namun dapat juga menjadi kejam karena mendewakan kebebasan yang akhirnya dapat menimbulkan anarki, oleh karena itu perlu dicari adalah “mekanismenya” seperti kehendak tuhan tadi bahwa pengaturan di bumi diserahkan pada manusia ataupun rakyatnya.
Secara termologis demokrasi mempunyai pengertian arti antara lain:
  • Yosefh A.Schmer, mengatakan :
·         “Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan denagn cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.”
  • Sidney Hook, mengatakan :
·         “Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.”
NILAI-NILAI DEMOKRASI
a.       Menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela.
b.      Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah.
c.       Pergantian penguasa secara teratur.
d.      Penggunaan paksaan sesedikit mungkin.
e.       Pengakuan terhadap nilai keanekaragaman.
f.       Mnegakkan keadilan.
g.      Memajukan ilmu pengetahuan.
h.      Pengakuan / penghormatan terhadap kebebasan.
Keunggulan Demokrasi
1.      Demokrasi Langsung, keunggulannya adalah menjamin kendali warga Negara terhadap kekuasaan politik.
2.      Demokrasi Perwakilan, keunggulannya adalah lebih mudah diterapkan dalam masyarakat yang lebih kompleks.
3.      Demokrasi Permusyawaratan, keunggulannya adalah mendorong warga Negara untuk selalu memikirkan kepentingan bersama
Keunggulan Demokrasi
1.      Robert Dahl dalam bukunya On Democracy (1999) memaparkan keunggulan-keunggulan demokrasi dibanding alternatif mana pun yangmungkin ada. Menurut Dahl, demokrasi, paling tidak, memiliki keunggulan dalam sepuluh hal yakni a) menghindari tirani; b) menjamin hak asasi; c) menjamin kebebasan umum; d) menentukan nasib sendiri; e) otonomi moral; f) menjamin perkembangan manusia; g) menjaga kepentingan pribadi yang utama; h) persamaan politik; i) menjaga perdamaian; dan j) mendorong kemakmuran.
2.      Adapun di Indonesia demokrasi yang di terapkan di negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, memiliki tiga keunggulan berikut.
1)      Mengutamakan pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat dalam semangat kekeluargaan.
2)      Mengutamakan keselarasan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kepentingan pribadi dan kepentingan sosial.
3)      Lebih mengutamakan kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Robert Dahl dalam bukunya “On Democracy” (1999)
Keunggulan-keunggulan demokrasi:
1)      menghindari tirani;
2)      menjamin hak asasi;
3)      menjamin kebebasan umum;
4)      menentukan nasib sendiri;
5)      otonomi moral;
6)      menjamin perkembangan manusia;
7)      menjaga kepentingan pribadi yang utama;
8)      persamaan politik;
9)      menjaga perdamaian; dan
10)  mendorong kemakmuran.

PRINSIP ISLAM DALAM DEMOKRASI
1.      Prinsip Musyawarah (Asy-Syura: 38; Ali-Imran, 159)
2.      Prinsip Keadilan (An-Nahl: 90)
3.      Prinsip Kebebasan (Al-Kahfi: 29)
4.      Prinsip Pembatasan Wewenang dan hak Penguasa  
DEMOKRASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
1.      Kalangan ahli demokrasiseperti Larry Diamond, Juan J. Linze berpendapat bahwa dunia Islam tidakmempunyai prospek untuk menjadi demokratis serta tidak punya pengalaman demokrasi yang cukup handal.
2.      menurut El Wa (Trianto, 2007), Islam mengenal dan mengajarkan sistem demokrasi dengan karakteristik tersendiri. Lebih lanjut menurut beliau, dalam al-Quran dan al-Hadist terdapat prinsip-prinsip umum tentang demokrasi, berikut.
3.      Prinsip musyawarah
4.      Dasar pijakan tentang prinsip utama demokrasi dalam Islam adalah musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan semua persoalankemasyarakatan. Konteks tersebut dalam Islam telah begitu jelas, sebagaimana firman Allah dalam surat Asy-Syuraa ayat 38 : dan Ali-’Imran 159
5.      Prinsip keadilan
6.      Sebagai agama yang membawa misi rahmat bagi alam semesta, Islam menjunjung tinggi keadilan dalam semua aspek kehidupan. Kepada setiap individu, masyarakat, rakyat dan penguasa, Islam memerintahkan untuk menegakkan keadilan dan menjauhi kezaliman.ditegaskan dalam al-Qur’an dalam surat An-nahl ayat 90 :
7.      Prinsip Kebebasan
8.      Allah menciptakan manusia dengan suatu fi trah (nature), bebas untuk memilih, menyatakan pendapat, dan melakukan sesuatu berdasarkan pilihan dan pendapatnya itu. Dalam soal yang paling mendasar sekalipun, yakni agama, Allah SWT memberikan kebebasan memilih kepada manusia. Iategaskan dalam surat al-Kahfi ayat 29
9.      Prinsip Persamaan
10.  Menurut Islam, semua manusia dalam pandangan Allah adalah sama. Satu-satunya faktor yang membuat derajat kemuliaan mereka berbeda dihadapan Allah adalah kadar taqwanya. Firman Allah dalam surat al-Hujarat ayat 13
Ø  Menurut Nurcholis Madjid (dalam Ubaidillah, 2006), unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat demokratis diantaranya sebagai berikut.
1)      kesadaran akan pluralisme. Kesadaran akan kemajemukan tidak sekedar pengakuan pasif akan kenyataan masyarakat yang majemuk. Kesadaran atas kemajemukan menghendaki tanggapan dan sikap positif terhadap kemejemukan itu sendiri secara aktif. Pengakuan akan kenyataan perbedaan harus diwujudkan dalam sikap dan prilaku menghargai dan mengakomodasi beragam pandangan dan sikap orang dan kelompok lain.
2)      musyawarah, makna dan semangat musyawarah ialah mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan warga negara untuk secara tulus menerima kemungkinan untuk melakukan negosiasi dan kompromi-kompromi sosial dan politik secara damai dan bebas dalam setiap keputusan bersama. Semangat musyawarah menuntut agar setiap orang menerima kemungkinan terjadinya partial fi nctioning of ideal yaitu pandangan dasar bahwa belum tentu dan tidak harus, seluruh keinginan atau pikiran seseorang atau kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya. Konsekuensi dari prinsip ini adalah kesediaan setiap orang maupun kelompok orang untuk menerima pandangan yang berbeda dari orang atau kelompok lain dalam bentuk-betuk kompromi melalui jalan musyawarah yang berjalan secara seimbang dan aman.
3)      cara haruslah sejalan dengan tujuan, artinya demokrasi pada hakikatnya tidak sebatas pelaksanaan prosedur-prosedur demokrasi (pemilu, suksesi dan aturan mainnya) tetapi harus dilakukan secara santun dan beradab yakni melalui proses demokrasi yang dilakukan tanpa paksaan, tekanan dan ancaman dari dan oleh siapapun, tetapi dilakukan secara sukarela, dialogis dan saling menguntungkan.
4)      norma kejujuran dalam permufakatan, suasana masyarakat demokratis dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat untuk mencapai kesepakatan yang memberi keuntngan semua pihak.
5)      kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban. Norma ini akan berkembang baik jika ditopang oleh pandangan positif dan optimis terhadap manusia. Sebaliknya pandangan negatif dan pesimis terhadap manusia dengan mudah akan melahirkan akan melahirkan sikap dan prilaku curiga dan tidak percaya kepada orang lain. Sikap dan perilaku ini akan sangat berpotensi melahirkan sikap enggan untuk saling terbuka, saling berbagi dan melakukan kompromi dengan pihak-pihak yang berbeda.
6)      trail and error (percobaan dan salah), dalam kerangka ini demokrasi membutuhkan percobaan-percobaan dan kesediaan semua pihak untuk menerima kemungkinan ketidaktepatan atau kesalahan dalam praktik berdemokrasi.
PLURALISME
“Pluralisme” ialah perspektif pemikiran dan gerakan yang ingin menghapuskan sekat-sekat primordialisme dalam pola dan proses interaksi sosial manusia dalam kehidupan.
Dalam pandangan Shihab (1999: 41) konsep pluralisme ditunjukkan dengan hal-hal sebagai berikut: Pluralisme tidak semata-mata menunjuk pada kenyataan tentang kemajemukan, namun juga adanya keterlibatan dengan mengambil peran berinteraksi positif dalam kenyataan kemajemukan itu
Beda Pluralisme dan Kosmopolitan Shihab (1999: 41)
Pluralisme harus di bedakan dari kosmopolitanisme dengan  menunjuk pada realitas dimana terdapat keanekaragaman yang satu sama lain dapat mengadakan interaksi secara intensif
Pelapisan masyarakat yang menyebabkan terjadinyan pluralisme dapat dibuktikan dengan hal-hal sebagai berikut :
1.      adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan      umur dengan pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban,
2.      adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki  hak-hak istimewa,
3.      adanya kelompok-kelompok pemimpin yang paling berpengaruh,
4.      adanya kelompok orang-orang yang dikucilkan di luar kasta dan orang-orang yang di luar perlindungan hukum (cutlaw men),
5.      adanya kelompok pembagian kerja didalam suku itu sendiri, dan
6.      adanya kelompok pembelaan standar ekonomi dan di dalam ketidaksamaan ekonomi itu secara umum.
Unsur-unsur Pluralisme
a)      jenis kelamin,
b)      suku bangsa,
c)      Agama,
d)     Kebudayaan,
e)      keadaan ekonomi,
f)       pengaruh dalam masyarakat,
g)      asal-usul keturunan, dan
h)      tingkat pendidikan dan lain sebagainya.

Pluralisme dalam Persepektif Islam
1)      Piagam Madinah memuat pluralisme dengan pengakuan eksistensi masyarakat Yahudi dan Kristen oleh Nabi Muhammad SAW melalui Piagam Madinah.
2)      Doktrin Islam dalam kitab Suci Al Qur an menyebutkan bahwa Allah menciptakan manusia dalam berbagai bangsa dan suku (QS. Al Hujurat 13).

GENDER
Gender Adalah pemilihan peran antara laki-laki dan perempuan yang di kontruksikan oleh masyarakat  setelah lahir.
Berbeda dengan jenis kelamin Sex atau jenis kelamin adalah kodrat manusia, laki-laki atau perempuan, yang merupakan pemberian tuhan sejak dalam kandungan, dan tidak bisa di pertukarkan satu sama lain.
Perbedaan Gender dan Jenis Kelamin (Seks)
No.
Gender
Jenis Kelamin
1
Terjadi karena konstruksi masyarakat
Terjadi karena perbedaan biologis
2
Diajarkan melalui sosialisasi
Pemberian Tuhan
3
Dapat diubah. Contoh seorang perempuan: memasak,
merawat anak,
mendidik anak. Laki-laki:
bekerja di luar rumah,
menjaga tenaga profesional dan sebagainya.
Peran-peran ini bisa dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan
Tidak dapat di ubah, contoh perempuan: reproduksi, haid, hamil, melahirkan, menyusui, dan sebagainya
laki-laki: memproduksi sperma.
Fungsi biologis ini tidak dapat dipertukarkan

Secara sosial budaya, ketidak adilan gender menyebabkan perlakuan sosial sebagai berikut :
1)      Marginalisasi perempuan
2)      Posisi yeng tersubordinasi
3)      Setereotipisasi perempuan
4)      Kekerasan terhadap perempuan
5)      Beban kerja yang tidak proporsional
Marginalisasi perempuan         yaitu pengucilan perempuan dari kepemilikan akses, fasilitas, dan kesempatan sebagaimana laki-laki.
Posisi yang tersubordinasi,     yaitu menempatkan perempuan pada prioritas yang lebih rendah ketimbang laki-laki, sehingga perempuan mengalami kesulitan untuk memperoleh posisi setrategis yeng berkaitan dengan peran pengambilan keputusan.
Setereotipisasi perempuan       yaitu pelabelan yang berkonotasi negatif  terhadap perempuan sehingga menimbulkan ketidak adilan sosial.
Kekerasan terhadap perempuan          Terjadi akibat anggapan bahwa laki-laki pemegang supremasi dan dominasi atas semua sektor kehidupan.
Beban kerja yang tidak proporsional yaitu bahwa perempuan selain menjalankan tugas-tugas kodrati juga masih dibebani dengan setumpuk pekerjaan domestik dalam waktu yang tidak terbatas.

Gender dalam Perspektif al-Qur’an
Al Qur’an memandang laki-laki dan perempuan sama posisinya di hadapan Allah SWT :
1.      bahwa orang yang paling mulia adalah orang yang paling taqwa, baik dia laki-laki maupun perempuan”.
2.      Dalam surat Al Hujurat ayat 13 “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa.”
3.      Dalam surat (An Nisa: 2) Allah Swt berfirman: ”Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah mencipkatan kamu dari Nafs yang satu ( sama ), dan darinya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”

BAB VI OTONOMI DAERAH
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah dan kabupaten / kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
A.    KewenanganOtonomiLuas
Yang dimaksud dengan kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal agama serta kewenangan dibidang lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
B.     OtonomiNyata
Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah.
C.     OtonomiYangBertanggungJawab
Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu :
  1. Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu
  3. Tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

DAERAH OTONOM
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasl 1 ayat 6 menyebutkan bahwa daerah otonomi selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Profesor Oppenhein (dalam Mohammad Jimmi Ibrahim, 1991:50) bahwa daerah otonom adalah bagian organis daripada negara, maka daerah otonom mempunyai kehidupan sendiri yang bersifat mandiri dengan kata lain tetap terikat dengan negara kesatuan. Daerah otonom ini merupakan masyarakat hukum yaitu berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Hakekat, Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah
A.  HakekatOtonomiDaerah
Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat. Berkaiatan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat dibututuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/ kemandirian daerah (Yuliati, 2001:22)
B.  TujuanOtonomiDaerah
Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untukmeningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu:
  1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
  2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
  3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.


HAKIKAT OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
SENTRALISASI DAN DESENTRALISASI
1.      Sentralisasi adalah penyelengaraan kekuasaan/semua kewenangan pemerintahan dilakukan pemerintah pusat.
2.      Desentralisasi berarti wewenang mengatur/mengurus pemerintah tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah pusat, melainkan dilakukan juga oleh satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah.
1)      Pelimpahan kewenangan dari pemerintah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerahnya (UU No. 5/1974).
2)      Pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah (UU No. 22/1999)
3)      Pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu (UU No. 32/2004)
 



VISI OTONOMI DAERAH
1)     Visi Politik
2)     Visi Ekonomi
3)     Visi Sosial Budaya

1.      VISI POLITIK
Otonomi Daerah :  Sebagai sebuah proses utuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik.
2.      VISI EKONOMI
Visi otonomi daerah dibidang ekonomi mengandung makna bahwa Otonomi Daerah disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dipihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan potensi ekonomi di daerahnya. 
3.      VISI SOSIAL BUDAYA
Otonomi Daerah :  Harus diarahkan pada pengelolaan, penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan harmonisasi sosial. Pada saat yang sama, isi otonomi daerah dibidang sosial dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni, karya cipta, bahasa dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong masyarakat untuk mersepon positif dinamika kehidupan disekitarnya dan kehidupan global.
PRINSIP OTODA
1.      Memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah
2.      Otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab
3.      Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4.      Harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah.
5.      Harus lebih meningkatkan kemandirian otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6.      Harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi daerah baik legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelengaraan pemerintahan daerah

11.BIDANG PEMBAGIAN KEWENANGAN (OTODA)
1.      Pertanahan
2.      Pertanian
3.      pendidikan dan kebudayaan
4.      tenaga kerja
5.      Kesehatan
6.      lingkungan hidup
7.      pekerjaan umum
8.      Perhubungan
9.      perdagangan dan industri
10.  penanaman modal, dan
11.  koperasi
C.  KEBIJAKAN PUBLIK DALAM ARAS OTONOMI DAERAH  
Kebijakan publik, otonomi daerah, desentralisasi, demokratisasi, good governance, pelayanan public Adalah upaya yang tidak gampang merumuskan kebijakan publik yang demokratis, apalagi  pelaksanaan otonomi daerah dibilang umurnya masih dini dan barangkali adalah masa peralihan atau masa adaptasi, maka untuk menjaga eksistensinya dan keberlangsungan hidupnya  harus dituntun, dibina, dijaga sehingga desentralisasi benar benar bisa berjalan sebagaimana mestinya, jangan sampai dibiarkan tanpa bimbingan sehingga menjadi liar.
Premis pemikiran penulis adalah kebijakan public yang unggul menentukan keunggulan bangsa. Atau dalam istilah lain negara bangsa yang mampu mengembangkan, kebijakan public yang unggul baik dalam perumusan, implementasi dan evaluasi yang akan menjadi negara yang unggul dalam sebuah persaingan, namun  yang menjadi permasalahan adalah ada atau tidaknya sebuah kebijakan public yang unggul atau excellence, bagaimana pula di Indonesia.
Ketika kita mau melihat beberapa kebijakan public yang pernah dibuat oleh pemerintah Indonesia , seperti : kebijakan perbankan di Indonesia menjadikan sebagian besar dana masyarakat masuk kelembaga perbankan asing, tahun 1988 kebijakan pemerintah untuk melakukan deregulasi perbankan justru berakhir dengan kolapsnya perbangkan ditahun 1998, tahun 1999 kebijakan pemerintah mengijinkan jejak pendapat di Timor Timur menghasilkan disintegrasi kawasan tersebut. Tahun 2000 kebijakan pemerintah untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel secara terbuka  menghasilkan  demontrasi tak henti-hentinya di ibu kota. Tahun 2003, kebijakan pemerintah menaikkan tariff listrik, telefon, BBM membawa protes tak henti-hentinya diseluruh negeri. Dalam World Competitifnes Yearbook  2006 daya saing iklim investasi Indonesia terpuruk diposisi ke 60 dari 61 negara., dalam regulasi pendaftaran usaha baru di Indonesia diperlukan 12 macam prosedur dengan waktu penyelesaian rata-rata 151 hari untuk memperoleh pengesahan. Bandingkan dengan Malaysia yang hanya memerlukan 9 macam prosedur dengan waktu penyelesaian rata-rata 30 hari,  sementara Singapura hanya memerlukan 6 prosedur dengan waktu penyelesaian 6 hari. Dalam hal regulasi mendapatkan perizinan ( kasus membangun sebuah gedung) diIndonesia diperlukan 19 prosedur, dengan waktu penyelesaian 224 hari dengan mengeluarkan biaya sebesar 364,9 % dari pendapatan perkapita, para meter yang sama di Malaysia memerlukan 25 prosedur dengan waktu 226 hari dan biaya 82,7%, sedang untuk Singapura hanya memerlukan 11 prosedur, 129 hari dan biaya 24,0 %.
Dalam perdagangan lintas batas, untuk mengimport Indonesia memerlukan waktu 30 hari dengan 6 tanda tangan, untuk mengeksport butuh waktu 25 hari dan 3 tanda tangan. Di Malaysai import 22 hari dengan 5 tanda tangan, eksport 20 dengan 3 tanda tangan. Sedang di Singapura import butuh 8 hari dengan 2 tanda tangan , ekport butuh 6 hari dan 2 tanda tangan.
Dalam hal pembayaran pajak , pelaku usaha di Indonesia melakukan rata-rata 52 pembayaran  pajak pertahun, memerlukan waktu 560 jam untuk pengurusannya, besaran pajak 38,8 % dari keuntungan kotor. Di Malaysia melakukan 28 kali pertahun dengan besaran pajak 11,6%, Di Singapura 16 kali pembayaran dengan waktu 30 jam dan besaran 19,5% dari keuntungan kotor.
Kesemuanya itu adalah  permasalah kebijakan  pemerintah, yang mampu penulis ungkap ,kemudian apa yang bisa kita katakan mengenai semua kebijakan diatas. Setiap orang akan memberikan penilaian yang berbeda menurut sudut kajian masing masing, tetapi menurut penulis, semua kebijakan diatas bukanlah termasuk kebijakan yang excellence, namun yang terpenting adalah kita perlu belajar dari apa yang pernah dilakukan. Memang bukanlah pekerjaan yang mudah untuk merumuskan sebuah kebijakan public., karena merupakan proses yang panjang, sulit dan tidak sederhana ,  ( Irfan Islamy,Kebij Publik,1999)
1. Perumusan kebijakan
Dalam bukunya, Prof Solichin Abdulwahab “Demokratisasi Kebijakan  public” diungkapkan bahwa  dalam  proses kebijakan, perumusan masalah adalah merupakan kegiatan yang pertama kali harus dilakukan oleh pembuat kebijakan.. Masalah harus dirumuskan dengan tepat dan benar, karena kesalahan dalam merumuskan masalah akan berakibat salah pula dalam menentukan alternatif  kebijakan guna mengatasi masalah tersebut.  Menurut Haryati ( modul kebijakan public,2006) perumusan masalahdalam kebijakan public dapat dipandang sebagai proses yang  paling tidak terdiri atas tiga tahap yang berbeda tetapi saling bergantung, meliputi: konseptualisasi masalah, spesifikasi masalah dan pengenalan masalah. Meskipun menurut Haryati proses perumusan masalah kebijakan dapat dimulai dari tahap manapun dari ke tiga tahap tersebut, namun suatu prasyarat awal dalam perumusan masalah kebijakan public, yaitu pengenalan  atau menyadari keberadaan situasi problematic ( problematic situation), yang  idealnya harus didahulukan.
Untuk bergerak dari situasi masalah ke masalah substantif (substantif problem), pembuat kebijakan biasanya menggunakan bahasa konvensional untuk mengkonsepsikan masalah, yaitu mendefinisikan suatu fenomena/situasi menurut konsep dasar tertentu, misalnya dalam memutuskan apakah masalah kebijakan yang sedang ditangani berada pada bidang ekonomi,  Sosiologi atau politik dan sebagainya.
Jika masalah substantif dikonsepsikan ke dalam bidang ekonomi, pembuat kebijakan akan mengujinya dengan variable ekonomi, tetapi jika problem serupa dipandang dari biadang politik atau sosilogi, pengambil kebijakan akan mengujinya dalam hubungannya dengan distribusi kekuasaan, pengaruhnya dengan kelompok kepentingan, elit dan strata social lain. Pemilihan kerangka kerja konsepsional biasanya juga disesuaikan dengan wordview, ideology,  dan komitmen social yang berkembang mengenai realitas dalam komunitas tertentu.
Tidak semua masalah public bisa menjadi masalah kebijakan, dan tidak semua masalah kebijakan dapat masuk menjadi agenda pemerintah. Andrson  (1979) memberi gambaran bahwa suatu masalah, baru akan menjadi masalah kebijakan, bila masalah masalah tersebut dapat membangkitkan niat orang banyak untuk melakukan tindakan untuk menyelesaikan masalah.
Kendatipun suatu masalah public itu ada atau muncul dipermukaan, belum tentu ada jaminan bahwa akan muncul keinginan public untuk menyelesaikan masalah itu. Pembuat kebijakan public seringkali mendefinisikan masalah/problem bagi masyarakat dimana masyarakat  sendiri tidak mampu atau mungkin tidak sadar dalam menerjemahkan masalah yang mereka hadapi sendiri.
Banyak sekali program-program atau kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan dengan tanpa terlebih dahulu mengidentifikasi dan merumuskannya secara jelas, disamping itu banyak masalah kebijakan yang mati tengah jalan, sehingga tidak dapat diproses menjadi kebijakan public, kendati masalah tersebut sudah dirumuskan secara jelas. Sebaliknya masalah masalah privat bisa dikonversikan dalam system politik sehingga menjadi suatu kebijakan public, Barangkali yang demikian ini sering kita jumpai di Indonesia, dan mengapa yang demikian ini bisa terjadi ?Tentu saja banyak factor yang mempengaruhi. Sehubungan dengan hal tersebut maka langkah  pertama yang harus dilakukan oleh pembuat kebijakan adalah mengidentifikasikan masalah yang akan dipecahkan, kemudian membuat rumusan masalah yang sejelas jelasnya yang akan diselesaikan melalui kabijakan public .
Pada prinsipnya kendati satu peristiwa dapat menimbulkan satu atau beberapa masalah, tetapi agar menjadi masalah kebijakan, tidak hanya tergantung dari dimensi obyektifnya, tetapi secara subyektif, oleh masyrakat dan pemerintah dipandang sebagai masalah yang patut dipecahkan.                           
2. Otonomi Daerah
Tepat awal tahun 2001 gong otonomi daerah di Indonesia kembali dibunyikan, meskipun sudah jauh -jauh hari masalah otonomi daerah ini disosialisasikan, baik langsung oleh pemerintah maupun melalui konsep-konsep para pengamat dan pakar pemerintahan dalam diskusi, seminar, atau lokokarya namun ketika itu belum ada kesepakatan yang bulat tentang hakekat otonomi daerah itu sendiri. Oleh karena itu tidak mengheranan apabila ada dua kelompok masyarakat yang saling berbeda; satu pihak merasa optimis dengan pelaksanaan otonomi daerah ini, karena dipandang sudah cukup aspiratif dan didukung oleh hampir seluruh daerah maupun komponen yang ada, sedang pihak lain masih merasa pesimis mengingat pengalaman selama itu adanya inkonsistensi dalam menerapkan suatu kebijakan.
Belajar dari pengalaman masa lalu kita harus mengerti apa sebenarnya yang menjadi hakekat otonomi dan orientasi penerapannya. Ada beberapa permasalahan yang perlu kita pahami secara mendalam agar otonomi  daerah benar-benar terwujud dan tidak menjadi lips service belaka.
Pertama, kita harus memahami bahwa otonomi daerah adalah suatu system pemerintahan dalam system ketatanegaraan secara utuh, yang berarti bahwa otonomi daerah merupakan subsistem dalam system ketatanegaraan, artinya seluas apapun otonomi daerah diterapkan, pada prakteknya tetap tidak akan terlepas dari kerangka system pemerintahan dalam Negara kesatuan Republik Indonesia.
Kedua ; dipahami pula bahwa untuk dapat melaksanakan otonomi daerah secara baik dan benar diperlukan adanya political will dari semua pihak ( pemerintah, masyarakat, pemerintah daerah ).Kemauan  politik ini sangat penting karena diyakini dapat mempersatukan berbagai kepentingan yang berbeda dalam satu wadah pemahaman yang berorientasi pada suatu tujuan, yakni membangun negara Indonesia melalui pemberdayaan daerah secara optimal demi terwujudnya masyarakat adil dan sejahtera.
Ketiga ; Diperlukan komitmen bersama untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan aturan yang berlaku, guna mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Dalam konteks ini diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk melaksanakan otonomi daerah, diikuti dengan evaluasi dan perbaikan-perbaikan atas kekurangan dari kebijakan yang ada saat itu. Jadi kebijakan-kebijakannya perlu dibuat fleksibel, namun tetap mengarah pada satu tujuan yang sama.
3. Kebijakan Publik Dalam  Otonom Daerah
Desentralisasi sebagai salah satu manifesto demokrasi telah mengarahkan kedaulatan menjadi lebih dekat dengan public, visi inilah sebenarnya yang hendak diemban dalam undang-undang No,32/2004 tentang pemerintahan daerah. Dengan undang-undang tersebut seharusnya peluang public didaerah untuk mengakses, berpartisipasi dan mengontrol sebuah kebijakan menjadi terbuka lebar. Kalau dahulu daerah tidak mempunyai hak untuk mengatur segala keputusan dalam proses pembangunan, dengan adanya aturan , dari sekarang ini daerah diberi wewenang penuh untuk mengelola ,mengatur, membuat kebijakan dengan memberi ruang public yang lebih luas sehingga masyarakat lebih mampu untuk mengontrol jalannya proses kebijakan.
Semakin jauh posisi masyarakat dengan pemerintah, maka masyarakat akan semakin kesulitan untuk mengetehui kebijakan, namun sebaliknya ketika posisi masyarakat dekat dengan pemerintah maka peluang untuk mengawasi, mengontrol proses kebijakan semakin besar.
Melihat latar belakang pemikiran tentang penyelanggaraan otonomi daerah yang ditekankan pada dua aspek yaitu:
1)      menciptakan ruang/ peluang bagi masayrakat untuk mengembangkan dirinya dan 
2)      mengupayakan pemberdayaan masyarakat agar mampu memanfaatkan ruang/ peluang yang tercipta.
pemikiran diatas adalah merupakan prinsip dasar kemandirian local. Hubungannya dengan kebijakan public dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah desa menjadi basis utama , namun ini bisa jadi sebuah peluang atau juga sebuah ancaman yang harus dihadapi dan diselesaikan. Pada tataran legal formal DPRD adalah policy maker yang bertanggung jawab melakukan pengaturan lebih lanjut tentang pemerintahan dan pembangunan desa, ini adalah tugas berat. Tetapi dalam tataran realitasnya, barangkali sering kita lihat bahwa DPRD adalah sebuah lembaga pemerintah daerah sebatas symbol yang sering kali kerjanya melakukan konspirasi dengan eksekutif dalam pembuatan kebijakan public, yang sering kali pula tidak mempedulikan kepentingan masyarakat.
Selanjutnya tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No 32 tahun 2004 pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.

4.       PrinsipOtonomiDaerah
Menurut penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah :
1.      penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keaneka ragaman daerah.
2.      Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
3.      pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah dan daerah kota, sedangkan otonomi provinsi adalah otonomi yang terbatas.
4.      Pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
5.      Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah kabupaten dan derah kota tidak lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah.
6.      Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan, mempunyai fungsi anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah.
7.      Pelaksanaan dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
8.      Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya di pemerintah daerah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan, sarana dan pra sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.
OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.      Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2.      Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan :
1.      Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim.
2.      Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif.
3.      Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.      Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah.
2.      Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3.      Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
MASALAH OTONOMI DAERAH
Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
1.      Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi
daerah yang belum mantap
2.      Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih sangat terbatas.
3.      Sosialisasi UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas
4.      Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemah.
5.      Pengaruh perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola.
6.      Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah.
7.      Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsepotonomi yang proporsional kedalam pengaturan konsepotonomi yang proporsional ke dalampengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI.

Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok yang membentuk pemerintah daerah yaitu :
1.      Kewenangan,
2.      Kelembagaan,
3.      Kepegawaian,
4.      Keuangan, 
5.      Perwakilan, 
6.      Manajemen pelayanan publik, dan 
7.      Pengaasan.















BAB VII GOOD GOVERNANCE
GOOD GOVERNANCE “ Tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian”
v  Istilah good governace pertamakali dipopulerkan oleh lembaga dana internasioanl seperti world bank, UNDP dan IMF.
v  Tujuanya menjaga dan menjamin kelangsungan dana bantuan yang diberikan kepada negara sasaran bantuan
v  Wacana Good Governance mendapatkan relevansinya di Indonesia dalam Pandangan Masyarakat Transparansi Internasional(MTI). Ada  3 sebab utama:
  1. Krisis ekonomi dan politik yang masih terus menerus dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir
  2. Masih banyaknya korupsi dan berbagai bentuk penyimpangan dalam penyelenggaraan negara
  3. Kebijakan otonomi daerah yang merupakan harapan besar bagi proses demokratisasi dan sekaligus kekhawatiran akan kegagalan program tersebut. 
Good Government
“Suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan oleh pemerintah, masyarakat madani (civil siciety)dan sektor swasta.  Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk mekanisme, proses dan lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok masyarakat, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan diantara mereka” 
Pelaksanaan ini dikatakan baik (good and sound) jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel, serta transparan ( Mas Ahmad Santosa, 2001,hal 86)
Indikator Pemerintahan baik:
“Jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat baik dalam aspek produktifitas maupun dalam daya belinya.  Kesejahteraan spritualnya terus meningkat dengan indikator rasa aman, tenang dan bahagia serta sence of nationality yang baik”.
Good Governance sebagai sebuah paradigma dapat terwujud bila ketiga pilar pendukungnya dapat berfungsi dengan baik, yaitu: Negara, sektor swasta dan masyarakat madani (civil society)


Prinsip-prinsip Good Governance
  Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menyimpulkan (9) sembilan aspek fundamental dalam perwujudan good governance, yaitu:
  1. Partisipasi (Participation)
  2. Penegakan hukum (rule of law)
  3. Transparansi ( Transparency)
  4. Responsif (Resfonsiveness)
  5. Orientasi Kesepakatan (Consensus Orientation)
  6. Keadilan (Equity)
  7. Efektifitas (Effectiveness) dan Efesiensi (Efficiency)
  8. Akuntabilitas (Accountability)
  9. Visi Strategis (Strategic Vision)
Langkah-langkah perwujudan Good Governance:
  1. Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan
  2. Kemandirian lembaga peradilan
  3. Aparatur pemerintah yang profesional dan penuh integritas
  4. Masyarakat madani (civil Society) yang  kuat dan pertisipasif
  5. Penguatan Upaya Otonomi Daerah
Good Governance Dalam Kerangka Otonomi Daerah
Merupakan Faktor kunci dari otonomi daerah karena penyelenggaraan otonomi daerah pada dasarnya betul-betul akan teraliisasi dengan baik apabila dilaksanakan dengan memakai prinsip-prinsip good governance..


BAB VIII HAK ASASI MANUSIA DAN PERLINDUNGAN HUKUM DI INDONESIA
Perngertian Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati yakni la tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.

Sejarah Deklarasi HAM tg.10 Des.1948
1.      Magna Charta (Piagam Agung 1215): Suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja Jhon dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja Jhon.
2.      Bill of Rights ( Undang-undang hak 1689): Suatu undang-­undang yang diterima oleh parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya, mengadakan perlawanan terhadap Raja James II dalam suatu revolusi hak berdarah yang dikenal dengan istilah The Glorious Revolution of 1688.
3.      Declaration des Droits de I'homme et du citoyen (pernyataan hak-hak manusia dan warga negara, 1789): Suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap kewenangan regim lama.
4.      Bill of Rights (undang-undang Hak): Suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika pada tahun 1769 dan kemudian menjadi bagian dari undang-undang dasar pada tahun 1791.
Hak Asasi yang Tercantum  di Komisi HAM PBB
1)      Hak hidup, kebebasan dan keamanan pribadi (pasal 3)
2)      Larangan perbudakan (pasal 4)
3)      Larangan penganiayaan (pasal 5) 4. Larangan penangkapan, penahanan atau pengasingan yang sewenang- wenang (pasal 9)
4)      Hak atas pemeriksaan pengadilan yang jujur (pasal 10)
5)      Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
6)      Hak atas harta dan benda (pasal 17)
7)      Hak atas kebebasan berfikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
8)      Hak atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran Hak Asasi Manusia ( pasaI 19)
9)      Hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat (pasal 20)
10)  Hak untuk turut serta dalam pemerintahan (pasal 21)




HAM DALAM ISLAM
1.      Piagam Madinah
2.      Deklarasi Kairo   
LANDASAN POKOK PIAGAM MADINAH
1. Semua pemeluk Islam adalah satu umat  walaupun mereka berbeda suku bangsa.
2. Hubungan antara komunitas Muslim dan Non-muslim didasarkan pada prinsip-prinsip :
a.    Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga
b.    Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c.    Membela mereka yang teraniaya.
d.   Saling menasihati
e.    Menghormati kebebasan beragama

Deklarasi Kairo (Cairo Declaration)
Deklarasi ini berisi 24 pasal tentang hak asasi manusia berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah yang dalam penerapan dan realitasnya memiliki beberapa persamaan dengan pernyataan semesta hak-hak asasi manusia (The Universal Declaration of Human Rights/UDHR)) yang dideklarasikan oleh PBB tahun 1948.


AYAT-AYAT TENTANG HAM
1.      Hak persamaan dan kebebasan ( surah al-Israa' ayat 70, surah an-Nisaa' ayat 58, 105, 107, 135 dan surah al-Mumtahanah ayat
2.      surat al-Maidah ayat 45, dan surat al-Isra’ ayat 33
3.      Hak rnemperoleh perlindungan
surah al-Insaan, surah aI-Balad ayat 12-17, dan surah at-Taubah ayat 6
4.      Hak Kehormatan pribadi surah At-Taubah ayat 6
5.      Hak menikah dan berkeluarga surah aI-Baqarah ayat 221, surah ar-Ruum ayat 21, surah an-Nisaa' ayat 1, dan surah at-Tahrim ayat 6
6.      Hak wanita sederajat dengan pria surah al-Baqarah ayat 228
7.      Hak-hak anak dari orangtua surah al-Baqarah ayat 233 dan surah al-Israa' ayat 23-24
8.      Hak memperoleh pendidikan dan berperan serta dalan perkembangan ilmu pengetahuan surah at-Taubah ayat 122 dan surah al-Alaq ayat 1-5
9.      Hak kebebasan memilih agama surah al-Baqarah ayat 256, surah al-Kahfi ayat 29, dan surah al-Kafiruun ayat 1-6
10.  Hak kebebasan bertindak dan mencari suaka surah An-Nisaa' ayat 97 dan surah al-Mumtahanah ayat 9
11.  Hak-hak untuk bekerja surah at-Taubah ayat 105, surah al-Baqarah ayat 286, dan surah al-Mulk ayat 15
12.  Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama surah al-Baqarah ayat 275-278, surah an-Nisaa ayat 161, dan surah Ali Imran ayat 130
13.  Hak milik Pribadi surah al-Baqarah ayat 29 dan surah an-Nisaa' ayat 29
14.  Hak menikmati hasil atau produk ilmu surah al-Ahqaaf ayat 19 dan surah al-Baqarah ayat 164
15.   Hak tahanan dan narapidana surah al-Mumtahanah ayat 8

PENEGAKAN HAM DI INDONESIA
  Sarana dan prasarana penegakan HAM tersebut dikategorikan menjadi dua bagian yakni:
1)      Institusi atau kelembagaan seperti lahirnya Lembaga advokasi tentang HAM yang dibentuk oleh LSM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komsi Nasional HAM Perempuan dan institusi lainnya, dan
2)      Peraturan atau undang-undang, seperti adanya beberapa pasal dalam konstitusi UUD 1945 yang memuat tentang HAM, UU RI No. 39 Th. 1999, Keppres RI No. 50 Th. 1993, Keppres RI No. 129 Th. 1998, Keppres RI No. 181 Th. 1998 dan Inpres RI No. 26 Th. 1998.
PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA
Untuk melaksanakan kewajiban yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik indonesia dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
Prinsip Rule of Law
  Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Barat Kontinental memberikan ciri-ciri rechtsstaat sebagai prinsipnya adalah:
1.      Hak-Hak Asasi Manusia,
2.      Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-Hak Asasi Manusia itu yang biasa dikenal sebagai Trias Politika,
3.      Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (wettnatigheid van bestuur), dan
4.      Peradilan administrasi dalam perselisihan. (Adji, 1966)

  Sedangkan AV Dicey dari kalangan ahli Anglo Saxon memberikan ciri-ciri Rule of law sebagai prinsip adalah sebagai berikut:
1.      Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hokum,
2.      Kedudukan yang sama di depan hukum baik bagi rakyat biasa mupun bagi pejabat, dan
3.      Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang dan keputusan­-keputusan pengadilan.



BAB VIIII MASYARAKAT MADANI
Pluralisme dan gender dalam persepektif Islam adalah merupakan sunnatullah sesuai doktrin islam yang termaktub dalam kitab suci al Qur an surat al Hujurat ayat 13  yang menyatakan  bahwa manusia di cipta oleh Allah dengan berbagai bangsa dan suku-suku yang dilengkapi dengan potensi diri yang berbeda-beda agar di gunakan sesuai dengan peran yang dapat diperankan.
Masyarakat yang dicitakan sebuah tatanan komunitas masyarakat yang mengedepankan toleransi, demokrasi dan berkeadaban dalam realitas  adanya pluralisme (kemajemukan), sebagaimana yang telah dicontohkan oleh masyarakat yang bangun Rasulullah SAW.
Masyarakat Madani adalah masyarakat yang mengacu kepada nilai-nilai kebajikan umum, yang disebut al-khair. Masyarakat seperti itu harus dipertahankan dengan membentuk persekutuan-perse­kutuan, perkumpulan, perhimpunan atau asosiasi yang memiliki visi dan pedoman perilaku.
Ø  PENGERTIAN MASYARAKAT MADANI MENURUT PARA AHLI:
1)      Mun’im (1994) mendefinisikan istilah civil society sebagai seperangkat gagasan etis yang mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang paling penting dari gagasan ini adalah usahanya untuk menyelaraskan berbagai konflik kepentingan antarindividu, masyarakat, dan negara.
2)      Hefner menyatakan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat modern yang bercirikan demokratisasi dalam beriteraksi di masyarakat yang semakin plural dan  heterogen. Dalam keadan seperti ini masyarakat diharapkan mampu mengorganisasi dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban.Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh persaingan dan perbedaan.
3)      Mahasin (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu civitas dei yang artinya kota Illahi dan society yang berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya membentuk kata civilization yang berarti peradaban. Oleh sebab itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota yakni masyarakat yang telah berperadaban maju.
4)      Istilah madani menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian, istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai banyak arti.Konsep masyarakat madani menurut Madjid (1997) kerapkali dipandang telah berjasa dalam menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang pemerintahan yang sewenang-wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa Timur.
5)      Hall (1998) mengemukakan bahwa masyarakat madani identik dengan civil society, artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat terjewantahkan dalam kehidupan sosial. Pada masyarakat madani pelaku social akan bepegang teguh pada peradaban dan kemanusiaan.
Intinya, berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani pada prinsipnya memiliki multimakna atau bermakna ganda yaitu: demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparansi, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsistensi, memiliki perbandingan, komparasi, mampu berkoordinasi, simplifikasi, sinkronisasi, integrasi, mengakui emansipasi, dan hak asasi, sederhana, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis. Dengan mengetahui makna madani, maka istilah masyarakat madani secara mudah dapat difahami sebagai masyarakat yang beradab, masyarakat sipil, dan masyarakat yang tinggal di suatu kota atau berfaham masyarakat kota yang pluralistik.
v  Fungsi Masyarakat Madani dalam Negara
a.       Meniadakan ketidakadilan dan kesenjangan dalam masyarakat.
b.      Melindungi kepentingan penduduk yang universal. Kepentingan tersebut meliputi elemen sipil, politik dan sosial
v  Prinsip-prinsip Masyarakat Madani
a.       Persamaan (equality)
b.      Kebebasan dan Hak Asasi Manusia
c.       Prinsip Musyawarah
v  Nilai-nilai masyarakat madani
a.    Demokrasi
b.    Pluralisme dan Toleransi
c.    HAM
d.   Keadilan Sosial
v  Manfaat Masyarakat Madani
Manfaat yang diperoleh dengan terwujudnya masyarakat madani ialah terciptanya masyarakat Indonesia yang demokratis sebagai salah satu tuntutan reformasi di dalam negeri dan tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri. Di samping itu, melalui masyarakat madani akan mendorong munculnya inovasi-inovasi baru di bidang pendidikan. Selanjutnya, dengan terwujudnya masyarakat madani, maka persoalan-persoalan besar bangsa Indonesia seperti: konflik-konflik suku, agama, ras, etnik, golongan, kesenjangan sosial, kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan pembagian "kue bangsa" antara pusat dan daerah, saling curiga serta ketidakharmonisan pergaulan antarwarga dan lain-lain yang selama Orde Baru lebih banyak ditutup-tutupi, direkayasa dan dicarikan kambing hitamnya itu  diharapkan dapat diselesaikan secara arif, terbuka, tuntas, dan melegakan semua pihak, suatu prakondisi untuk dapat mewujudkan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat. Dengan demikian, kekhawatiran akan terjadinya disintegrasi bangsa dapat dicegah.
Guna mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan motivasi yang tinggi dan partisipasi nyata dari individu sebagai anggota masyarakat. Hal ini intinya menyatakan bahwa untuk mewujudkan masyarakat madani diperlukan proses dan waktu serta dituntut komitmen masing-masing warganya untuk mereformasi diri secara total dan selalu konsisten dan penuh kearifan dalam menyikapi konflik yang tak terelakan. Tuntutan terhadap aspek ini sama pentingnya dengan kebutuhan akan toleransi sebagai instrumen dasar lahirnya sebuah konsensus atau kompromi.

v  Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
Istilah masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civil society pertama kali dikemukan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis yang identik dengan negara. Rahadrjo (1997)  menyatakan bahawa istilah civil society sudah ada sejak zaman sebelum masehi. Orang yang pertama kali mencetuskan istilah civil society adalah Cicero (104-43 SM), sebagai oratur yunani.Civil society  menurut Cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab seperti yang dicontohkan oleh masyarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep civility (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), maka dipahami bukan hanya sekadar konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
Filsuf yunani Aristoteles (384-322 M) yang memandang masyarakat sipil sebagai suatu sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri, pandangan ini merupakan Fase pertama sejarah wacana civil society, yang berkembang dewasa ini, yakni masyarakat sivil diluar dan penyeimbang lembaga negara, pada masa ini civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan.
Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society, dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Berbeda dengan pendahulunya, ia lebih menekankan visi etis pada civil society, dalam kehidupan sosial, pemahaman ini lahir tidak lepas dari pengaruh revolusi industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.
Fase ketiga, berbeda dengan pendahulunya, pada tahun 1792 Thomas Paine memaknai wacana civil society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagain anitesis negara, bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah saatnya dibatasi, menurut pandangan ini, negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka, konsep negera yang absah, menurut pemikiran ini adalah perwujudkan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama.
Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-1831 M), Karl Max (1818-1883 M), dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). dalam pandangan ketiganya, civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan, pemahaman ini adalah reaksi atau pandangan Paine, Hegel memandang civil society sebagai kelompok subordinatif terhadap negara, pandangan ini, menurut pakar politik Indonesia Ryass Rasyid, erat kaitannya dengan perkembangan sosial masyarakat borjuasi Eropa yang pertumbuhannya ditandai oleh pejuang melepaskan diri dari cengkeraman dominasi negara.
Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis dengan Tocqueville (1805-1859), bersumber dari pengalamannya mengamati budaya demokrasi Amerika, ia memandang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara, menurutnya kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat.
Di Indonesia, pengertian masyarakat madani pertama kali diperkenalkan oleh Anwar Ibrahim (mantan Deputi PM Malaysia) dalam festival Istiqlal 1995. Oleh Anwar Ibrahim dinyatakan bahwa masyarakat madani adalah: Sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dan kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan, mengikuti undang – undang dan bukan nafsu atau keinginan individu, menjadikan keterdugaan serta ketulusan.
Perjuangan masyarakat madani di Indonesia pada awal pergerakan kebangsaan dipelopori oleh Syarikat Islam (1912) dan dilanjutkan oleh Soeltan Syahrir pada awal kemerdekaan (Norlholt, 1999). Jiwa demokrasi Soeltan Syahrir ternyata harus menghadapi kekuatan represif baik dari rezim Orde Lama di bawah pimpinan Soekarno maupun rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, tuntutan perjuangan transformasi menuju masyarakat madani pada era reformasi ini tampaknya sudah tak terbendungkan lagi dengan tokoh utamanya adalah Amien Rais dari Yogyakarta.

v  Ciri-Ciri Masyarakat Madani
Ciri utama masyarakat madani adalah demokrasi.Demokrasi memiliki konsekuensi luas di antaranya menuntut kemampuan partisipasi masyarakat dalam sistem politik dengan organisasi-organisasi politik yang independen sehingga memungkinkan kontrol aktif dan efektif dari masyarakat terhadap pemerintah dan pembangunan, dan sekaligus masyarakat sebagai pelaku ekonomi pasar.
Hidayat Nur Wahid mencirikan masyarakat madani sebagai masyarakat yang memegang teguh ideology yang benar, berakhlak mulia, secara politik-ekonomi-budaya bersifat mandiri, serta memiliki pemerintahan sipil.
Sedangkan menurut Hikam, ciri-ciri masyarakat madani adalah :
a.       Adanya kemandirian yang cukup tinggi diantara individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat terhadap negara.
b.      Adanya kebebasan menentukan wacana dan praktik politik di tingkat publik.
c.       Kemampuan membatasi kekuasaan negara untuk tidak melakukan intervensi.

Karakteristik masyarakat madani adalah sebagai berikut :
1)      Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
2)      Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain.
3)      Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4)      Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5)      Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6)      Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7)      Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

v  Masyarakat Madani di Indonesia
Indonesia memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani) bahkan jauh sebelum negara bangsa berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam dalam perjuangan merebut kemerdekaan, selain berperan sebagai organisasi perjuangan penegakan HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, organisasi berbasis islam, seperti Serikat Islam (SI), Hahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society yang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia.
Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya bangunan masyarakat madani bisa terwujud di Indonesia :
a.       Pandangan integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa sistem demokrasi tidak munkin berlangsung dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran dalam hidup berbangsa dan bernegara.
b.      Pandangan reformasi sistem politk demokrasi, yakni pandangan yang menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada pembangunan ekonomi, dalam tataran ini, pembangunan institusi politik yang demokratis lebih diutamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi.
c.       Paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi, pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara dua pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi, berbeda dengan dua pandangan pertama, pandangan ini lebih menekankan proses pendidikan dan penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan kelas menengah.
Bersandar pada tiga paradigma diatas, pengembangan demokrasi dan masyarakat madani selayaknya tidak hanya bergantung pada salah satu pandangan tersebut, sebaliknya untuk mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan gabungan strategi dan paradigma, setidaknya tiga paradigma ini dapat dijadikan acuan dalam pengembangan demokrasi di masa transisi sekarang melalui cara :
a.       Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menengah untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat madani yang mandiri secara politik dan ekonomi, dengan pandangan ini, negara harus menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator bagi pengembangan ekonomi nasional, tantangan pasar bebas dan demokrasi global mengharuskan negara mengurangi perannya sebagai aktor dominan dalam proses pengembangan masyarakat madani yang tangguh.
b.      Mereformasi sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi, sikap pemerintah untuk tidak mencampuri atau mempengaruhi putusan hukum yang dilakukan oleh lembaga yudikatif merupakan salah satu komponen penting dari pembangunan kemandirian lembaga demokrasi.
c.       Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara secara keseluruhan.Pendidikan politik yang dimaksud adalah pendidikan demokrasi yang dilakukan secara terus-menerus melalui keterlibatan semua unsur masyarakat melalu prinsip pendidikan demokratis, yakni pendidikan dari, oleh dan untuk warga negara.
Kondisi Indonesia yang dilanda euforia demokrasi, semangat otonomi daerah dan derasnya globalisasi membutuhkan masyarakat yang mempunyai kemauan dan kemampuan hidup bersama dalam sikap saling menghargai, toleransi, dalam kemajemukan yang tidak saling mengeksklusifkan terhadap berbagai suku, agama, bahasa, dan adat yang berbeda.Kepedulian, kesantunan, dan setiakawan merupakan sikap yang sekaligus menjadi prasarana yang diperlukan bangsa Indonesia.
Pengembangan masyarakat madani di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia sendiri.Kebudayaan, adat istiadat, pandangan hidup, kebisaan, rasa sepenanggungan, cita-cita dan hasrat bersama sebagai warga dan sebagai bangsa, tidak mungkin lepas dari lingkungan serta sejarahnya. Keunggulan bangsa Indonesia, adalah berhasilnya proses akulturasi dan inkulturasi yang kritis dan konstruktif. Pada saat ini, ada pertimbangan lain mengapa pengembangan masyarakat madani secara khusus kita beri perhatian.
Untuk membangun masyarakat madani di Indonesia, ada enam faktor harus diperhatikan, yaitu:
1)      Adanya perbaikan di sektor ekonomi, dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat, dan dapat mendukung kegiatan pemerintahan.
2)      Tumbuhnya intelektualitas dalam rangka membangun manusia yang memiliki komitmen untuk independen.
3)      Terjadinya pergeseran budaya dari masyarakat yang berbudaya paternalistik menjadi budaya yang lebih modern dan lebih independen.
4)      Berkembangnya pluralisme dalam kehidupan yang beragam.
5)      Adanya partisipasi aktif dalam menciptakan tata pamong yang baik.
6)      Adanya keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang melandasi moral kehidupan.

v  Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Madani
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi masyarakat madani, yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat.
1.    Beberapa faktor pendorong timbulnya masyarakat madani:
a.    Adanya penguasa politik yang cenderung mendominasi (menguasai) masyarakat agar patuh dan taat pada penguasa.
b.    Masayarakat diasumsikan sebagai orang yang tidak memilkik kemampuan yang baik (bodoh)  dibandingkan dengan penguasa ( pemerintah).
c.    Adanya usaha untuk membatasi ruang gerak dari masyarakat dalam kehidupan poitik. Keadaan ini sangat menyulitkan bagi masyarakat untuk  mengemukakan pendapat, karena ruang publik yang bebaslah individu berada dalam posisi setara, dan melakukan transaksi.

2.      Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
a.    Kualitas Sumber Daya Manusia yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
b.    Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
c.    Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
d.   Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
e.    Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
f.     Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.

v  Solusi Mengatasi Masalah
Salah satu cara untuk mewujudkan masyarakat madani adalah dengan melakukan demokratisasi pendidikan. Masyarakat madani perlu segera diwujudkan karena bermanfaat untuk meredam berbagai tuntutan reformasi dari dalam negeri maupun tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri. Di samping itu, melalui masyarakat madani akan muncul inovasi-inovasi pendidikan dan menghindari terjadinya disintegrasi bangsa.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dalam jangka panjang adalah dengan cara melakukan demokratisasi pendidikan. Demokratisasi pendidikan ialah pendidikan hati nurani yang lebih humanistis dan beradab sesuai dengan cita-cita masyarakat madani. Melalui demokratisasi pendidikan akan terjadi proses kesetaraan antara pendidik dan peserta didik di dalam proses belajar mengajarnya. Inovasi pendidikan yang berkonteks demokratisasi pendidikan perlu memperhatikan masalah-masalah pragmatik. Pengajaran yang kurang menekankan pada konteks pragmatik pada gilirannya akan menyebabkan peserta didik akan terlepas dari akar budaya dan masyarakatnya. Demokrasi sendiri adalah suatu bentuk pemerintahan dengan kekuasaan di tangan rakyat.Dalam perkembangannya, demokrasi bermakna semakin spesifik lagi yaitu fungsi-fungsi kekuasaan politik merupakan sarana dan prasarana untuk memenuhi kepentingan rakyat.
Dengan demokrasi, rakyat boleh berharap bahwa masa depannya ditentukan oleh dan untuk rakyat, sedangkan demokratisasi ialah proses menuju demokrasi. Tujuan demokratisasi pendidikan ialah menghasilkan lulusan yang merdeka, berpikir kritis dan sangat toleran dengan pandangan dan praktik-praktik demokrasi.
Generasi penerus sebagai anggota masyarakat harus benar-benar disiapkan untuk membangun masyarakat madani yang dicita-citakan.Masyarakat dan generasi muda yang mampu membangun masyarakat madani dapat dipersiapkan melalui pendidikan. Salah satu cara untuk mewujudkan masyarakat madani adalah melalui jalur pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Generasi penerus merupakan anggota masyarakat madani di masa mendatang.Oleh karena itu, mereka perlu dibekali cara-cara berdemokrasi melalui demokratisasi pendidikan. Dengan demikian, demokratisasi pendidikan berguna untuk menyiapkan peserta didik agar terbiasa bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab, turut bertanggung jawab, terbiasa mendengar dengan baik dan menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan keberanian moral yang tinggi, terbiasa bergaul dengan rakyat, ikut merasa memiliki, sama-sama merasakan suka dan duka dengan masyarakatnya, dan mempelajari kehidupan masyarakat. Kelak jika generasi penerus ini menjadi pemimpin bangsa, maka demokratisasi pendidikan yang telah dialaminya akan mengajarkan kepadanya bahwa seseorang penguasa tidak boleh terserabut dari budaya dan rakyatnya, pemimpin harus senantiasa mengadakan kontak dengan rakyatnya, mengenal dan peka terhadap tuntutan hati nurani rakyatnya, suka dan duka bersama, menghilangkan kesedihan dan penderitaan-penderitaan atas kerugian-kerugian yang dialami rakyatnya. Upaya ke arah ini dapat ditempuh melalui demokratisasi pendidikan. Dengan komunikasi struktural dan kultural antara pendidik dan peserta didik,  maka akan terjadi interaksi yang sehat, wajar, dan bertanggung jawab.

v  KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Adapun ciri-ciri dari masyarakat madani yaitu sebagai berikut:
  1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat  melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
  2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.


  1.  
  2. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena   keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
  3. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu  mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu  mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.


BAB 111

 A.KESIMPULAN
        a) di harapkan mahasiswa mampu menerapkan nilai-nilai pancasila  dala kehidupan bermasyarakat,       berbangsa dan bernegara
          b) pancasila memberikan kita  pandangan dalam kehidupan, berbangsa’an dan bernegara’an dan bermasyarakat.
B.SARAN
            Dalam penulisan pembuatan resume ini penulis menyadari bahawa masih banyak kekurangan dalam pembuatanya maka penulis mengharap kritik  yang membangun dari dosen pengampu demi kesempurnaan resume ini.
C.PENUTUP
            demikianlah hasil resume kami yang dapat kami paparkan semoga bermamapaat bagi kita semua,amiin yarabbal



DAPTAR PUSTAKA
Azra , azyumardi ,pendidikan demokrasi  dan demokratisasi di dunia muslim , makalah  di sampaikan pada  seminar nasional  II “Civic  education di perguruan tiggi “ mataram ,22-23 april 2012
Apter, David E pengantar analisa politik , jakarta: LP3ES.1993.
Azis, imam m ,et ,all(ed)  agama demokrasi dan keadilan , jakarta. PT.GRAMEDILA PUSTAKA UTAMA. 1993, cet ke 21.
Lubis, m.solly.asas-asas  hukum tata negara  bandung alumni 1982.
Anwar,chairul, konsitusi dan kelembagaan negara ,jakarta :cv . novindo pustaka mandiri , 1999.