B.RUMUSAN
MASALAH
a) tujuan umum yang ingin di capai oleh mata qulyah pendidikan pancasila
b) pengetahuan dikatakan pengetahuan
ilmiah yakni berobjek, bermetode,bersistem, dan universal
c) pancasila baru menjadi dasar Negara republik Indonesia pada tgl 18 agustus 1945
d) pancasila sebagai dasar
Negara republic indonnesia mempunyai
implikasi bahwa pancasila terikat
oleh sesuatu kekuatan secara
hukum
e) hubungan secara
formalantara pancasila dan pembukaan undang-undang 1945 bahwa rumusan pancasila sebagai dasar Negara Indonesia
f) konflik itu dapat
berupa konflik vertical maupun
horizontal.
C.TUJUAN RESUME
a) ingin mengetahui pancasila secara
yang benar, yakni dapat di pertanggung
jawabkan baik secara yuridis
konstutisional
maupun secara objektif.
Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan
Pengertian PKn
Istilah Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) identik dengan istilah :
n Citizenship
n Civics
n Civics Education
Secara Substansi PKn
PKn secara substantif menyangkut sosialisasi, diseminasi dan aktualisasi
konsep, sistem, nilai, budaya dan praktik demokrasi melalui pendidikan yang
meliputi unsur-unsur hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga negara dalam
suatu negara
PKn (Civic Education) adalah : Suatu program pendidikan yang berusaha
menggabungkan unsur-unsur substatif yang meliputi Demokrasi, HAM, dan
Masyarakat Madani melalui model pembelajaran yang demokraatis, interaktif dan
humanis dalam lingkungan yang demoktaris, untuk mencapai suatu standar
kompetensi yang telah ditentukan.
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL ( UU
RI 20/2003)
PENDIDIKAN NASIONAL BERFUNGSI :
“Mengembangkan
Kemampuan Dan Membentuk Watak Serta Peradaban Bangsa Yang Bermartabat Dalam
Rangka Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”
(Ps 3 Uu Ri No 20 Tahun 2003)
PENDIDIKAN NASIONAL BERTUJUAN :
“Untuk
Berkembangnya Potensi Peserta Didik Agar Menjadi Manusia Yang Beriman Ban
Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sehat, Berilmu, Cakap, Kreatif, Mandiri,
Dan Menjadi Warganegara Yang Demokratis Dan Bertanggung Jawab” ( Ps 3 Uu Ri No.20 Tahun 2003)
1.
Pendahuluan
a)
Tujuan
perkuliahan pendidikan kewarganegaraan, Ruang lingkup materi pendidikan
kewarganegaraan, Orientasi pendidikan kewarganeraan, Urgensi pendidikan
kewarganegaraan dalam pembangunan Demokrasi berkeadaban.
b)
Identitas
Nasional, Pengertian Identitas nasional, Unsur-unsur pembentuk Identitas
Nasional, Nasionalisme Indonesia dan konsep-konsep turunannya dan perlunya
Integritas Nasional.
2.
Negara
Yang akan dibahas mengenai
Konsep dasar tentang negara, Unsur-unsur negara, Teori tentang
terbentuknya negara, Bentuk-bentuk negara, Negara dan agama, Konsep relasi
Agama dan Agama dalam Islam, dan Hubungan Islam dan Negara di Indonesia.
3.
Kewarganegaraan.
Konsep dasar tentang
warganegara, Asas kewarganegaraan, Unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan,
Problem status kewarganegaraan, Karakteristik warga negara yang demokrat, Cara
dan bukti memperoleh Kewarganegaraan Indonesia, dan Hak – kewajiban
warganegara.
4.
Konstitusi.
Konsep dasar Konstitusi, Pentingnya konstitusi dalam suatu negara,
Konstitusi demokratis, Sejarah lahirnya konstitusi di Indonesia, Perubahan
konstiutsi, Perubahan konstitusi di Indonesia serta Perubahan konstitusi di
beberapa negara.
5. Demokrasi
Makna
dan hakikat demokrasi, Demokrasi dan hakekat demokrasi, Demokrasi sebagai
pandangan hidup, Unsur penegak demokrasi, Model-model demokrasi, Prinsip dan
parameter demokrasi, Sejarah dan perkembangan demokrasi di barat, Sejarah dan
perkembangan demokrasi di Indonesia serta Islam dan demokrasi.
6. Otonomi Daerah
Arti otonomi daerah, Arti penting Otonomi
Daerah-Desentralisasi, Visi Otonomi daerah, Model desentralisasi, sejarah
otonomi daerah di Indonesia, Prinsip-prinsip otonomi daerah dalam UU No.22
tahun 1999, Pembagian Kekuasaan antara pusat dan Daerah dalam UU No.22 tahun
1999, serta Otonomi daerah dan Demokratisasi.
7.
Good Governance
Urgensi
dan arti penting good governance, Prinsip-prinsip good governance dan Good
governance dalam kerangka otonomi daerah.
8.
Hak Asasi Manusia
Pengertian
dan hakekat HAM,Perkembangan pemikiran HAM, Bentuk-bentuk HAM, Nilai-nilai HAM,; antara nilai universal dan
partikular, HAM dalam tinjauan Islam, HAM dalam perundang-undangan Nasional,
Pelanggaran dan Pengadilan HAM, serta Penanggung jawab dalam Penegakan (Respection), Pemajuan (Promotion),
Perlindungan (Protection), dan Pemenuhan (fullfill) HAM.
9.
Masyarakat Madani
Pengertian Masyarakat Madani, Sejarah dan Perkembangan
Masyarakat Madani, karakteristik Masyarakat Madani, Pilar penegak Masyarakat
Madani, Masyarakat Madani demokratisasi serta Masyarakat Madani indonesia.
BAB I PENDAHULUAN
Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan:
Pada bab ini akan
mempelajari dan memahami tentang pengertian, kompetensi dasar, tujuan , ruang
lingkup, paradigma dan urugensi Pendidikan Kewarganegaraan (civic education)
dalam Pembangunan Demokrasi berkeadaban, dan setelah mempelajari ini di
harapkan mahasiswa dapat:
v Menjelaskan pengertian Pendidikan kewarganegaraan (civic education)
v Menganalisis kompetensi dasar, tujuan dan ruang lingkup materi
Pendidikan kewarganegaraan,
v Menganalisis paradigma pembelajaran PKn
v Menganalisis urgensi PKn dalam pembangunan demokrasi berkeadaban
v Menyadari arti penting PKn sebagai media pembentukan kepribadian
bangsa yang mengedepanka n nilai-nilai demokrasi, HAM, dan masyarakat madani
v Berpartisipasi dalam upaya
pengembangan dan penegakan Demokrasi , HAM, dan masyarakat Madani.
Kehadiran PKn pada
masa reformasi ini haruslah dimaknai sebagai jalan yang mampu mengantar bangsa
Indonesia menciptakan demokrasi, good governance, negara hukum dan masyarakat
madani di Indonesia sebagaimana di idealkan oleh seluruh rakyat . Tentunya ekspetasi ini harus disertai dengan
tindakan konkrit bangsa ini, khususnya kalangan Perguruan Tinggi, untuk mengapresiasi
dan mengimplementasikan PKn dalam dunia
pendidikan. Sehingga pembelajaran PKn (civic
education) sangat penting artinya bagi penumbuhan kultur demokrasi (democratic
cultur) di Indonesia.
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL ( UU
No. 20/2003)
Penjelasan Pasal 37 Ayat (1) UU RI No.20 Tahun 2003 : “Pendidikan
kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”
MISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI ( Menurut SKep
Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 )
Membantu mahasiswa selaku warganegara, agar mampu :
v Mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa Indonesia,
v Mewujudkan kesadaran berbangsa dan bernegara,
v Menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab terhadap kemanusiaan.
TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI
(Menurut SKep Dirjen Dikti No.
38/DIKTI/Kep./2002 )Agar mahasiswa :
v Memiliki motivasi menguasai materi pendidikan kewarganegaraan,
v Mampu mengkaitkan dan mengimplementasikan dalam peranan dan
kedudukan serta kepentingannya, sebagai individu, anggota keluarga/masyarakat
dan warganegara yang terdidik.
v Memiliki tekad dan kesediaan dalam mewujudkan kaidah-kaidah nilai
berbangsa dan bernegara untuk menciptakan masyarakat madani.
KOMPETENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DIPERGURUAN TINGGI (Menurut
SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 ) Bertujuan Untuk Menguasai :
v Kemampuan berfikir,
v Bersikap rasional, dan dinamis,
v Berpandangan luas sebagai manusia intelektual.
Mengantarkan
mahasiswa selaku warganegara, memiliki :
a.
Wawasan kesadaran bernegara, untuk : bela Negara dan cinta tanah air.
b.
Wawasan kebangsaan, untuk : kesadaran berbangsa dan mempunyai ketahanan
nasional.
c. Pola
pikir, sikap yang komprehensif-
Integral pada seluruh aspek
kehidupan nasional.
MUATAN KONSEPTUAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
ü Domain kajian ilmiah
ü Domain
kurikuler
ü Domain
sosial-kultural
ü Smart
& good citizenship
SEJARAH DIK KEWARGANEGARAAN
·
USA 1790 Ã “theory
of Americanization” menyangkut masalah warganegara dgn hak kewajiban,
pemerintah & negara
·
Diikuti oleh negara-negara kolonial dgn maksud
supaya “kaula negara” tunduk pada aturan pemerintah kolonial
·
Masa modern dipakai utk membina agar WN cinta tanah air & siap berkorban
utk negara dan bangsa.
WACANA KONSEPTUAL PENDIDIDKAN KEWARGANEGARAAN DI DUNIA ISTILAH :
·
Civics,
Civic Education (USA)
·
Citizenship Education (UK)
·
Ta’limatul Muwwatanah, Tarbiyatul Al Watoniyah
(TIMTENG)
·
Educacion Civicas (MEXICO)
·
Sachunternicht (JERMAN)
·
Civics,
Social Studies (AUSTRALIA)
·
Social
Studies (USA NEW ZEALAND)
·
Life
Orientation (AFSEL)
·
People
And Society (HONGARIA)
·
Civics
And Moral Education (SINGAPORE)
·
Obscesvovedinie (RUSIA)
Latar Belakang
1.
Globalisasi
Dipicu Revolusi teknologi
1)
Transportasi
à dunia “menyempit”
2)
Telekomunikasi
à “percepatan” jalan sejarah à e-mail dls
3)
Turisme
à Perdagangan (trade)
2.
Dunia
Tanpa Batas
1)
Warganegara
à Warga Kosmopolit
2)
Multi
National Corporation
3)
Liberalisasi
3.
Global
Paradox
1)
Perusahaan
besar à melemah
2)
Perusahaan
kecil à kaya fungsi
3)
Pekerja
unggul/ulung dicari
4.
Konflik:
- Konflik Budaya à 9 saling berhadapan
a.
Barat Modern, Muslim, Amerika Latin, Hindu,
b.
Budha, Sino, Sinto, Afrika, Ortodox
- Konflik Kekerasan Ã
a.
Dunia “menyempit”, “Percepatan” jalannya
sejarah,
b.
Kemajuan tenologi militer, Kebangkitan
demokrasi
5.
Visi
Indonesia 2020 Ã masyarakat Indonesia yang: religius – manusiawi – bersatu –
demokratis – adil – sejahtera – maju –
mandiri – serta baik & bersih
dalam penyelenggaraan negara
6.
Indikator
keberhasilan:
- Penghormatan thd martabat manusia
- Semangat persatuan & kesatuan – toleransi, kepedulian &tanggung jawab sosial
- Budaya & perilaku sportif à menghargai & menerima perbedaan dlm kemajemukan
- Partisipasi politik
- Berkembangnya orsos, ormas & orpol
- SDM Ã mampu kerjasama & bersaing
- Kemampuan & ketangguhan berbangsa & bernegara
- Penyelenggaran negara yg profesional
Persyaratan Kerja Era Global
1)
Knowledge
& Skill
·
Computing
·
Analysis
·
Sintesis
·
Management Ambiguity
·
Communication
2)
Attitude
·
Leadership
·
Team working
·
Can work cross culturally
·
Personality
3)
Know
character of the work
·
Terlatih etika kerja
·
Paham globalisasi
·
Fleksibel tentang pilihan kerja
Persyaratan Kerja
|
Kurikulum UNESCO
|
Kurikulum Nasional
|
Pengetahuan &
Ketrampilan
|
Learning to know
|
MK Keilmuan & Ketrampilan (MKK)
|
Learning to do
|
MK Keahlian Berkarya
(MKB)
|
|
Perilaku
|
Learning to be
|
MK Perilaku Berkarya
(MPB)
|
MK Pengembangan Kepribadian (MPK)
|
||
Mengenal Sifat Pekerjaan
|
Learning to live together
|
MK Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)
|
Ø Era
Global telah merubah wajah dunia dengan dua fenomena :
1) Kemajuan IPTEK dengan segala efeknya
2) Pergeseran Nilai-Nilai
Sosio Budaya
Ø diperlukan
Matakuliah yang mempunyai misi sebagai “pendidikan nilai dan pengembangan
kepribadian bangsa”, misi inilah yang diberikan kepada MK. "Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn)”.
LANDASAN PKN
1.
Landasan Yuridis
Landasan Yuridis :
a.
UU No. 20 / 2003 ( Sisten
pendidikan Nasional) kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan
dan Bahasa.
b.
PP No. 19 / 2005 (Standar
Nasional Pendidikan) kurikulum tingkat satuan Pendidikan Tinggi wajib memuat
MK. Pendidikan Agama, PKn dan Bahasa Indonesia serta Bahasa Inggris.
c.
SK. No. 43/DIKTI/Kep/2006
(Rambu-Rambu Pelaksanaan (MKPK) di Perguruan Tinggi Menetapkan MKPK di Perguruan Tinggi = Pendidikan Agama,
PKn dan Pendidikan Pancasila.
2. Landasan Ilmiah
Landasan Ilmia Secara rasional Ilmiah :
a.
setiap bangsa dan negara bertujuan
meningkatkan tarap hidup warga negaranya.
b.
setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup
berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi
perkembangngan dan perubahan masa
depannya.
Untuk
itu di perlukan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Iptek) yang berlandaskan nilai-nilai
keagamaan, moral dan budaya bangsa.
KONSEP IDENTITAS NASIONAL
Identitas Nasional adalah ciri, jati diri dan
tanda-tanda yang melekat pada suatu negara
Dimensi dalam identitas nasional antara lain :
Dimensi dalam identitas nasional antara lain :
1. Pola perilaku, adalah gambaran pola perilaku yang
terwujud dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: adat istiadat, budaya dan
kebiasaan, ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan gotong-royong yang
merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat istiadat dan
budaya.
2. Lambang-lambang, adalah sesuatu yang menggambarkan
tujuan dan fungsi negara. Lambang-lambang ini biasanya dinyatakan dalam
undang-undang, misalnya: bendera, bahasa dan lagu kebangsaan.
3. Alat-alat perlengkapan, adalah sejumlah perangkat atau
alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang berupa
bangunan, peralatan dan teknologi, misalnya : bangunan candi, masjid, peralatan
manusia seperti pakaian adat dan teknologi bercocok tanam; dan teknologi
seperti kapal laut, pesawat terbang dan lainnya.
4. Tujuan yang ingin dicapai, identitas yang bersumber
dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti : budaya unggul,
prestasi dalam bidang tertentu. Sebagai sebuah bangsa yang mendiami sebuah
negara, tujuan bangsa Indonesia telah tertuang dalam pembukaan UUD 45, yakni
kecerdasan dan kesejahteraan bersama bangsa Indonesia.
Unsur Pembentuk Identitas Nasional :
1.suku,
2.agama,
3.bahasa, dan
4.budaya
KONSEP NASIONALISME
Nasionalisme adalah sebuah situasi kejiwaan
dalam wujud kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara
bangsa atas nama sebuah bangsa
WATAK NASIONALISME
Watak nasionalisme Indonesia yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan
secara garis besar terdapat tiga pemikiran yakni paham ke-Islaman, Marxisme,
dan Nasionalisme Indonesia. Nasionalisme Indonesia pada dasarnya berwatak inklusif
dan berwawasan kemanusiaan.
Tujuan akhir : Mampukah Pendidikan Kewarganegaraan menjadi
lokomotif yang tangguh untuk menarik “Nation’s Competitiveness” yang tertinggal
dari negara lain
BAB
II NEGARA
Konsep
Masyarakat, Bangsa dan Negara
§ menjelaskan perbedaan antara masyarakat,
bangsa dan negara,
§ menjelaskan fungsi dan tujuan negara,
§ menganalisis unsur-unsur negara,
§ menganalisis teori terbentuknya negara,
§ menganalisis hubungan agama dan negara menurut Islam, dan
§ menganalisis hubungan agama dan negara di
Indonesia.
§ Konsep masyarakat, bangsa dan negara.
§ Fungsi dan tujuan negara.
§ Unsur-unsur negara.
§ Teori terbentuknya negara.
§ Hubungan agama dan negara menurut Islam.
§ Hubungan agama dan negara di Indonesia.
Konsep Masyarakat
Masyarakat
merupakan kumpulan individu-individu yang mempunyai kepentingan sama, misalnya;
masyarakat desa, masyarakat petani, masyarakat kota
•
Benidict
Anderson
Bangsa adalah komunitas politik yang dibayangkan, artinya tidak
selalu sesuai dengan kenyataan. Komunitas politik yang dibayangkan itu terdapat
dalam wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat.
PENGERTIAN
dan HAKEKAT BANGSA
Bangsa adalah orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat,
bahasa dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri, atau kumpulan manusia yang biasanya terikat karena
kesatuan bahasa serta wilayah tertentu di muka bumi
PENGERTIAN
DAN HAKEKAT NEGARA
Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi
diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup
di dalam suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat
§ Harold J. Laski,
Negara sering dipandang sebagai suatu masyarakat yang
diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara
sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari
masyarakat itu.
Konsep Bangsa :
Memiliki 2 pengertian
(Yatim, 1999) :
yaitu bangsa dalam pengertian sosiologis antropologis dan politis.
Bangsa dalam Arti Sosiologis Antropologis adalah persekutuan
hidup masyarakat yang berdiri sendiri yang masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu
kesatuan ras, bahasa, agama dan
adat istiadat.
Jadi mereka menjadi satu bangsa karena disatukan oleh kesamaan ras,
budaya, keyakinan, bahasa dan sebagainya. Ikatan demikian disebut ikatan
primordial. Persekutuan hidup masyarakat semacam ini dalam suatu negara dapat
merupakan persekutuan hidup yang mayoritas dan dapat pula persekutuan hidup
minoritas.
Fungsi Negara
- Secara Umum :
Menciptakan keadaan dimana rakyat dapat tercapai keinginannya
secara maksimal. (Harold J. Laski)
- Secara Rinci :
1.
Melaksanakan
penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam
masyarakat.
2.
Mengusahakan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
3.
Pertahanan.
Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk itu
negara dilengkapi dengan alat pertahanan.
4.
Menegakkan
keadilan yang dilaksanakan melalui badan-badan peradilan.
Bangsa dalam Arti Politis adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Jadi mereka diikat oleh kekuasaan politik, yaitu negara.
Proses Pembentukan Bangsa dan Negara
Secara umum proses pembentukan bangsa dan
negara yaitu model ortodoks dan
model mutakhir (Surbakti, 1999)
- model ortodoks yaitu bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu, untuk kemudian bangsa itu membentuk satu negara sendiri.
Contoh, bangsa Yahudi berupaya mendirikan negara Israel untuk satu
bangsa yahudi.
- model mutakhir yaitu berawal dari adanya negara terlebih dahulu yang terbentuk melalui proses tersendiri, sedangkan penduduk negara merupakan sekumpulan suku bangsa dan ras.
Contohnya adalah kemunculan negara amerika serikat pada tahun
1777. (Winarno, 2007).
Konsep Negara
Istilah negara
merupakan terjemahan dari beberapa bahasa asing, state (Inggris), Staat
(Belanda dan Jerman) atau etat
(Prancis). Kata-kata tersebut berasal dari kata latin status atau statum
yang memiliki pengertian tentang keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang
memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Pengertian status atau statum dalam
bahasa Inggris lazim diartikan dengan standing atau station (kedudukan).
Istilah ini sering dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup antarmanusia
yang biasa disebut dengan istilah status civitatis atau status republicae. Dari
pengertian yang terakhir inilah kata status selanjutnya dikaitkan dengan kata
negara.
Secara
terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu
kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam
suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yangn berdaulat. Pengertian ini
mengandung nilai konstitutif dari sebuah negara yang berdaulat: masyarakat
(rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.
Menurut Roger
h. Soltau, negara merupakan perpaduan antara agency (alat) dan wewenang
(authority) yang mengatur dan mengendalikan persoalan- persoalan bersama.
Menurut Harold
J. Laski, negara sering dipandang sebagai suatu masyarakat yang diintegrasikan
karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung
daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Dengan pengertian lain, negara adalah sebuah
kelompok manusia yang hidup bersama untuk mencapai suatu cita-cita bersama.
Max Weber mendefinisikan negara dengan sebuah masyarakat yang
mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu
wilayah.
Fungsi dan Tujuan Negara
Fungsi negara merupakan gambaran apa yang dilakukan negara untuk
mencapai tujuannya. Fungsi negara dapat dikatakan sebagai tugas daripada
negara.Negara sebagai organisasi kekuasaan dibentuk untuk menjalankan
tugas-tugas tertentu.
§ John
Locke
a) fungsi Legislatif, untuk
membuat peraturan,
b) fungsi Eksekutif, untuk
melaksakan peraturan, dan
c) fungsi Federatif, untuk
mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang dan damai.
- Montesquieu
a) fungsi Legislatif,
membuat undang-undang,
b) fungsi Legislatif,
melaksanakan undang-undang, dan
c) fungsi yudikatif, untuk
mengawasi agar semua paraturan ditaati (fungsi mengadili),
- Van Vollen Hoven
a) regeling, membuat
peraturan;
b) bestuur, menyelenggarakan
pemerintahan,
c) rechtspraak, fungsi mengadili,
dan
d) politie, fungsi
ketertiban dan keamanan.
- Goodnow
a)
policy making, yaitu kebijaksanaan negara untuk
waktu tertentu, untuk seluruh masyarakat, dan
b)
policy
executing, yaitu kebijaksanaan yang harus dilaksanakan untuk tercapainya policy
making (Winarno, 2007).
- Harold Laski menyatakan bahwa fungsi negara adalah menciptakan keadaan dimana rakyat dapat tercapai keinginannya secara maksimal.
Tujuan Negara Republik Indonesia
Gagasan Soepomo menjadi dasar terbentuknya tujuan Negara RI,
seperti termaktub di dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV:
- Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
- Memajukan kesejahteraan umum
- Mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
- Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
UNSUR-UNSUR
NEGARA
Penduduk,
wilayah. Pemerintahan, kedaulatan
TEORI TERBENTUK NEGARA
v Teori Kontrak Sosial
v Teori Ketuhanan
v Teori Kekuasaan/Kekuatan
v Teori Patriarkhal dan
Matriarkhal
v Teori Organik
v Teori Daluwarsa
v Teori Alamiah
v Teori Identitas
v Teori Historis
NEGARA DALAM KONSEP ISLAM
- Tidak ditemukan rumusan yang pasti (qath’i’) tentang konsep negara. Dua sumber Islam, al-Qur’an dan al-Sunnah, tidak secara tersurat mendefinisikan model negara dalam Islam. Namun demikian, keduanya memuat prinsip-prinsip dasar tata cara hidup bermasyarakat. Ketidakadaan konsep yang pasti tentang negara telah melahirkan beragam pemikiran tentang konsep negara dalam tradisi pemikiran politik.(Ubaidillah, dkk: 2006)
- Kesimpulan yang dapat kita ambil dari kitab Suci al-Qur’an tentang negara, sebagai berikut:
1.
Negara bukanlah suatu benda yang mati atau
tetap, melainkan dia adalah suatu benda yang hidup yang selalu menghadapi
percobaan. Perkataan “daulah” yang berarti “senantiasa beredar menunjukkan
sifat-karakter yang pasti dari negara, ialah barang hidup yang selalu menerima
dan melakukan perobahan.
2.
Negara harus diwujudkan untuk memberi sebanyak-banyaknya
kemakmuran kepada seluruh rakyat, dengan melakukan pembagian rezeki yang
seadil-adilnya, hingga tidak ada golongan yang memegang monopoli atas modal dan
perekonomian.
3.
Kehidupan
negara senantiasa dipengaruhi oleh politik dan ekonomi. Bukan saja politik dan
ekonomi mempengaruhi tumbuh dan bangkrutnya suatu negara, tetapi politik dan
ekonomi adalah alat yang sakti di tangan negara. Dan seterusnya kekuasaan
negara haruslah ditujukan kepada politik dan ekonomi yang teratur.
- Di Indonesia, kata “negara” telah terkenal pada zaman Purbakala. Dalam bahasa Jawa Kuno, kata negara itu sama artinya dengan “kerajaan”, “kraton”, atau juga “rakyat”. (Samidjo, 1986)
PROSES BERBANGSA DAN BERNEGARA
Memberikan gambaran tentang bagaimana terbentuknya bangsa dimana
sekelompok manusia yang berada didalamnya merasa sebagai bagian dari bangsa.
Negara merupakan organisasi yang mewadai bangsa-bangsa tersebut
merasakan pentingnya keberadaan Negara sehingga tumbuhlah kesadaran untuk
mempertahankan untuk tetap tegaknya dan utuhnya Negara melalui upaya bela
Negara
HUBUNGAN AGAMA
DAN NEGARA MENURUT ISLAM
- Paradigma Integralistik
- Paradigma Simbiotik
- Paradigma Sekularistik
Hubungan Agama dan Negara di
Indonesia
Masalah
hubungan Islam dan negara di Indonesia merupakan persoalan yang menarik untuk
dibahas, karena tidak saja Indonesia merupakan negara yang mayoritas warga
negaranya beragama Islam, tetapi karena kompleksnya persoalan yang muncul.
Mengkaji hubungan agama dan negara di indonesia, secara umum digolongkan
menjadi dua bagian, yakni hubungan yang bersifat antagonistik dan hubungan yang
bersifat akomodatif.
Hubungan agama dan negara yang
bersifat antagonistik
Eksistensi
politik Islam pada awal kemerdekaan sampai pascarevolusi pernah dianggap
sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan negara. Persepsi
tersebut, membawa implikasi terhadap keinginan negara untuk berusaha
menghalangi dan melakukan domestikasi terhadap gerak ideologi politik Islam.
Sebagai hasil dari kebijakan semacam ini, bukan saja para pemimpin dan aktivis
politik Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai ideologi dan atau
agama negara (pada tahun 1945 dan dekade 1950an), tetapi mereka juga sering
disebut sebagai kelompok yang secara politik ‘minoritas” atau “outsider”. Lebih
dari itu, bahkan politik Islam sering dicurigai sebagai anti ideologi negara
Pncasila (Bachtiar Efendy dalam Rosyada: 2003)
Lebih lanjut
Bahtiar mengatakan, bahwa di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik Islam
dan negara tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan
yang berbeda. Awal hubungan antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa
pergerakan kebangsaan, ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan
tentang kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Perdebatan ini mencapai
klimaknya di Konstituante pada paruh kedua dasawarsa 1950-an. Pergulatan ini
memunculkan mitos tertentu sejauh yang menyangkut pemikiran dan praktik politik
Islam. Kendatipun ada upaya-upaya untuk mencari jalan keluar dari ketegangan
ini pada awal tahun 1970-an, kecenderungan legalistik, formalistik dan
simbiotik itu masih berkembang pada sebagian aktivis Islam pada dua dasawarsa
pertama pemerintahan Orde Baru. Antara lain, alasan-alasan seperti: negara
memberlakukan kebijakan the politics of containment agar wacana politik Islam
yang formalistik, legalistik, dan simbiotik itu berkembang lebih lanjut.
Setelah pemerintahan Orde Baru, terjadi kontrol yang berlebihan yang diterapkan
terhadap kekuatan politik Islam, terutama pada kelompok radikal yang dikhawatirkan
semakin militan dan menandingi eksistensi negara.
Hubungan Agama dan Negara di
Indonesia bersifat : Antagonistik Akomodatif
Hubungan Agama, Negara dan
Idiologi di Indonesia
Hubungan agama
dan warga negara, ibarat ikan dan airnya. Keduanya memiliki hubungan timbal
balik yang sangat erat. Negara Indonesia, sesuaindengan konstitusi, misalnya
berkewajiban untuk menjamin dan melindungi seluruh warga negara Indonesia tanpa
kecuali. Negara berkewajiban untuk menjamin dan melindungi hak-hak warga negara dalam beragama sesuai
dengan keyakinannya, hak mendapatkan pendidikan, kebebasan berorganisasi dan
berekspresi.
- Hubungan Agama dan Negara: Kasus Islam
Dalam Islam, hubungan agama dan negara masih menjadi perdebatan
yang intensif di kalangan pakar muslim hingga kini. Menurut Azyumardi Azra,
ketegangan perdebatan hubungan tentang hubungan agama dan negara dalam Islam
disulut oleh hubungan yang agak canggung antara Islam sebagai agama (din) dan
negara (dawlah). Berbagai eksperiman telah dilakukan untuk menyelaraskan antara
din dan dawlah dengan konsep dan kultur politik masyarakat muslim. Seperti
halnya percobaan demokrasi di sejumlah negara di dunia, penyelarasan din dan
dawlah di banyak negeri-negeri muslim telah berkembang secara beragam.
Perkembangan wacana demokrasi di kalangan negara-negara muslim dewasa ini
semakin menambah maraknya perdebatan Islam dan negara.
- Hubungan Islam dan negara modern secara teoritis dapat diklasifikasikan kedalam tiga pandangan: integralistik, simbiotik, dan sekularistik.
1.
Paradigma Integralistik
Paradigma ini hampir sama persis dengan pandangan negara teokrasi
Islam. Paradigma ini menganut paham dan konsep agama dan negara merupakan suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang
menyatu (integrated). Faham ini juga memberikan penegasan bahwa negara
merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama. Konsep ini
menegaskan kembali bahwa Islam tidak mengenal pemisahan antara agama (din) dan
politik atau negara (dawlah).
2.
Paradigma simbiotik
Menurut paradigma simbiotik, hubungan agama dan negara berada pada
posisi saling membutuhkan dan bersifat timbal balik (symbiosis mutualita).
Dalam konteks ini, agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam
melestarikan dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara juga
memerlukan agama, karena agama juga membantu negara dalam pembinaan moral,
etika, dan spiritualitas warga negaranya. Menurut pendapat Ibnu Taimiyah antara
negara dan agama merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling membutuhkan.
Oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal
dari adanya kontrak sosial (social contract) tetapi bisa diwarnai oleh hukum
agama (syari’at). Dengan kata lain, agama tidak mendominasi kehidupan
bernegara, sebaliknya ia menjadi sumber moral bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Model pemerintahan negara Mesir dan Indonesia dapat digolongan
kepada kelompok paradigma ini.
3.
Paradigma sekularistik
Paradigma ini beranggapan ada pemisahan yang jelas antara agama dan
negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain
tidak boleh melakukan intervensi. Negara adalah urusan publik, sementara agama
merupakan wilayah pribadi masing-masing individu warga negara (Rosyada,
2003).
Hubungan agama dan negara yang bersifat akomodatif, Pertengahan tahun 1980-an, gejala ketegangan
antara Islam dan negara mulai menurun, hal ini ditandai semakin terbukanya
peluang umat Islam untuk mengembangkan wacana politiknya serta munculnya
kebijakan-kebijakan yang dianggap positif bagi umat Islam.
Menurut Affan Gaffar (dalam Rosyada, 2003) kecenderungan akomodasi
negara terhadap Islam juga ditengarahi adanya kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan dan kegamaan serta kondisi dan kecenderungan politik umat Islam
sendiri. Pemerintah menyadari kelompok Islam merupakan kekuatan politik yang
potensial, oleh karenanya negara lebih memilih akomodasi terhadap Islam, karena
jika negara menempatkan Islam sebagai outseder, maka konflik akan sulit
dihindari yang pada akhirnya akan membawa imbas terhadap proses pemeliharaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Munculnya sikap akomodatif dari negara terhadap Islam khususnya
ditandai dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Nasional,
Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama, munculnya ICMI dan lain sebagainya.
Menurut Affan Gaffar (dalam Dede Rosyada: 2003), munculnya sikap
akomodatif negara terhadap Islam ada beberapa alasan, pertama, dari kacamata
pemerintah, Islam merupakan kekuatan yang tidak dapat diabaikan yang pada akhirnya
kalau diletakkan pada posisi pinggiran, akan menimbulkan masalah politik yang
cukup rumit. Oleh karenanya sudah sewajarnya diakomodasi, sehingga konflik
dapat diredam sejak dini.Kedua, di kalangan pemerintah sendiri, terdapat
sejumlah figur yang tidak terlalu fobia terhadap Islam, bahkan mereka mempunyai
dasar ke-Islaman yang kuat sebagai akibat dari latar belakangnya,
misalnya Emil Salim, B.J. Habibie, Akbar Tanjung dan lain sebagainya. Mereka
tentu saja berperan dalam membentuk sikap politik pemerintah paling tidak untuk
tidak menjauhi Islam. Ketiga, adanya perubahan persepsi, sikap dan orientasi
politik di kalangan Islam itu sendiri.
BAB III KEWARGANEGAN
Pengertian warga negara
- warga negara ialah orang-orang Bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga Negara.
- Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan UU.
- Adapun asas kewarganegaraan yang digunakan untuk menentukan seseorang masuk tidaknya seseorang sebagai warganegara ialah dengan dua cara:
a.
Asas keturunan atau ius sanguinis dan
b.
Asas tempat kelahiran atau ius soli.
Syarat-Syarat menjadi warga negara ditetapkan oleh undang-undang
(Pasal 26 ayat 2).
Untuk menentukan seseorang masuk tidaknya seseorang sebagai
warganegara dengan dua cara;
a.
Asas keturunan atau ius sanguinis dan
b. Asas tempat kelahiran atau ius soli.
Cara Lain Menentukan Kewarganegaraan
Selain dua asas tersebut untuk menentukan kewarganegaraan
seseorang, juga dipergunakan dua stelsel :
•
Stelsel
aktif
•
Stelsel
Pasif
Menurut stelsel aktif orang harus melakukan tindakan-tindakan hukum
tertentu secara aktif untuk menjadi warga negara. Menurut stelsel pasif orang
dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa melakukan suatu tindakan
hukurn tertentu.
Dalam stelsel kewarganegaraan terdapat dua hak :
(a)
hak opsi, yaitu hak untuk memilih suatu
kewarganegaraan (dalam stelsel aktif);
(b)
Hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak suatu
kewarganegaraan (dalam stelsel pasif).
Asas kewarganegaraan yang digunakan untuk menentukan seseorang
masuk tidaknya sebagai warganegara ialah dengan dua asas:
1.
asas
keturunan atau ius sanguinis
menetapkan kewarganegaraan seorang
menurut pertalian atau
keturunan dari orang bersangkutan. Jadi yang menentukan kewarganegaraan
seseorang ialah kewarganegaraan orang tuanya, dengan tidak mempertimbangkan
tempat ia dan orang tuanya berada dan dilahirkan.
Contoh: Seseorang yang lahir di negara A, yang orang tuanya adalah warga Negara B.
Contoh: Seseorang yang lahir di negara A, yang orang tuanya adalah warga Negara B.
2.
asas
tempat kelahiran atau ius soli.
menetapkan kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau negara tempat ia dilahirkan.
Contoh, seseorang yang lahir di negara Indonesia, adalah warga negara
Indonesia walaupun orang tuanya
adalah warga negara Singapura
Selain dua asas tersebut untuk menentukan kewarganegaraan
seseorang, juga dipergunakan dua stelsel, yaitu:
1.
stelsel
aktif orang harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu secara aktif untuk menjadi warga negara.
2.
stelsel
pasif orang dengan
sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa melakukan suatu tindakan hukum
tertentu.
• UU Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
• Nomor 6 Tahun 1947 .
• Nomor 3 Tahun 1946 .
• Nomor 8 Tahun 1947.
• Nomor 11 Tahun 1948 .Nomor
62 Tahun 1958.
• Nomor 4 Tahun 1969.
• Nomor 3 Tahun 1976. Nomor 13
Tahun 1976,
• dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 12Tahun 2006.
Tentang Kewarganegaraan
HAK DAN KEWAJIBAN WARGANEGARA DLAM UUD 45
•
Ps. 27. Ayat 1. Persamaan hukum dan kedudukan.
Ayat 2.Hak atas Pekerjaan
•
Ps.
28. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul
•
Ps.
29. Ayat 2. Kebebasan utk memeluk Agama
•
Ps.
30. Hak utk membela negara
•
Ps.
31. Hak utk mendapat pengajaran
Rakyat : Rakyat suatu negara meliputi semua orang yang bertempat
tinggal di dalam wilayah kekuasaan negara dan tunduk pada kekuasaan negara itu.
Pada permulaan rakyat dari suatu negara hanya terdiri dari orang-orang dari
satu keturunan yang berasal dari satu nenek-moyang. Dalam hal ini faktor yang
terpenting adalah pertalian darah. Akan tetapi wilayah negara itu didatangi
oleh orang-orang dari negara lain yang mempunyai nenek moyang lain pula.
Penduduk : Faktor tempat tinggal seseorang darimanapun asalanya
akan menentukan apakah seorang termasuk dalam pengertian rakyat dari negara
tempat tinggal atau tidak. Adapun orang-orang yang berada di wilayah suatu
negara dapat dibagi atas penduduk dan bukan penduduk.
Warganegara : Ialah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat
tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan diperkenankan
mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu. Bukan
penduduk ialah mereka yang berada di wilayah suatu negara untuk sementara waktu
dan tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah negara itu.
Warga Negara Indonesia ditentukan dalam UU Kewarganegaraan,
Di Indonesia kewarganegaraan itu diatur dalam UU No. 12 tahun 2006.
Di Indonesia kewarganegaraan itu diatur dalam UU No. 12 tahun 2006.
UUD 1945 pasal 26, 27, 28 dan 30 dinyatakan:
1.
pasal 26.
1)
Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang
asing yang bertempat tinggal di Indonesia,
2)
Hal-hal yang mengenai
warga Negara dan penduduk diatur dengan undang-undang
2. pasal
27,
1)
Segala warga negara bersamaan dengan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.
2)
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3.
pasal 28,
kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan
sebagainya ditetapkan dengan undang -undang.
4. pasal
30,
Hak dan Kewajiban Warga Negara untuk ikut
serta dalam pembelaan negara dan agar menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur
dengan undang-undang.
Pasal 26 ayat (1) mengatur siapa saja yangtermasuk warga negara Republik Indonesia. Pasal ini, dengan tegas menyatakan bahwa yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain, misalnya peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, peranakan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya, bersikap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan disahkan oleh undang-undang sebagai warga negara. Syarat-Syarat menjadi warga negara.juga ditetapkan oleh undang-undang (Pasal 26 ayat 2).
Pasal 26 ayat (1) mengatur siapa saja yangtermasuk warga negara Republik Indonesia. Pasal ini, dengan tegas menyatakan bahwa yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain, misalnya peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, peranakan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya, bersikap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan disahkan oleh undang-undang sebagai warga negara. Syarat-Syarat menjadi warga negara.juga ditetapkan oleh undang-undang (Pasal 26 ayat 2).
Hak dan kewajiban Warga
Negara diatur dalam UUD 1945 pasal 26,27,28,29,30 dan 31.
Dalam menentukan kewarganegaraannya, beberapa negara memakai asas
ius soli, sedang di negara lain berlaku asas ius sanguinis. Hal
demikian itu menimbulkan dua kemungkinan, yaitu:
1.
apatride,yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai
kewarganegaraan, dan
2.
bipatride, yaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai kewarganegaraan
ganda (kewarganegaraan rangkap atau dwi- kewarganegaraan).
Kewarganegaraan Republik Indonesia
Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, ihwal
kewarganegaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga
Negara dan Penduduk Negara.
Undang-Undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1947 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1946 dan diubah lagi
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu untuk
Mengajukan Pernyataan Berhubungan dengan Kewargaan Negara Indonesia dan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang Waktu Lagi untuk Mengajukan
Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
Selanjutnya, ihwal kewarganegaraan terakhir diatur dengan
UndangUndang Nomor 62 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1969, Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1976,
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1976, dan yang terakhir Undang-Undang Nomor
12Tahun 2006.
Cara dan Syarat-syarat
Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat diperoleh dengan
pewarganegaraan.
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.
telah
berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
2.
pada
waktu mengajukan permohonan sudah bertempat di wilayah negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima ; berturut-turut atau paling singkat 10
(sepuluh) tahun berturut-turut;
3.
sehat
jasmani dan rohani;
4.
dapat
berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5.
tidak
pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana diancam dengan pidana
penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
6.
jika
dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda; dan
7.
mempunyai
pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan harus membayar uang
pewarganegaraan ke Kas Negara.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
1.
Hak warganegara :
Dalam Undang-Undang Dasar 1945
hak warganegara dinyatakan dengan
tegas dalam salah satu pasalnya. Ada
juga beberapa hak yang akan diatur lagi dengan undang-undang.
Pasal-pasal tentang hak
warga Negara;
1) Pasal 27
ayat 1,
Segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan
2)
Pasal 27 ayat 2,
Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan
3)
Pasal 28,
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
4)
Pasal 29 ayat 2,
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu.
5)
Pasal 30,
Tiap-tiap warganegara berhak (dan wajib) ikut serta dalam usaha
pembelaan negara.
6) Pasal
31,
Tiap-tiap warganegara berhak mendapat pengajaran.
2.
Kewajiban Warganegara
Jika diadakan perbandingan, pasal-pasal dalam UUD 1945 mengenai hak
warganegara Iebih banyak daripada pasal-pasal mengenai kewajiban warganegara.
Akan tetapi, walaupun pasal-pasal mengenai kewajiban itu sedikit, tetapi isinya
sangat luas. Coba perhatikan dua pasal yang berikut:
1)
Pasal 27,
Segala warganegara (bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan) wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecuali.
2)
Pasal 30,
Tiap-tiap warganegara (berhak dan) wajib ikut serta dalam pembelaan
negara.
Kita lihat bahwa kewajiban menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
yang diatur dalam pasal 27 di atas ternyata sangat luas daya cakupnya.
Menjunjung tinggi hukum berarti menjunjung tinggi segala peraturan yang ada dan
yang berlaku dalam Negara Republik Indonesia. Di dalamnya termasuk hukum yang
tertulis dan hukum yang tidak tertulis.
Dalam pasal 30 kita lihat bahwa usaha pembelaan negara itu
dinyatakan sebagai hak dan sebagai kewajiban bagi tiap-tiap warganegara.
Dikatakan hak sebab mempertahankan negara itu merupakan hak
tiap-tiap negara. Dikatakan kewajiban sebab mempertahankan negara itu,
harus dilaksanakan oleh tiap-tiap warganegara (wajib bela negara) (Simorangkir
dan Say, 1997 :180-1).
BAB IV KONSTITUSI
HAKIKAT KONSTITUSI
Suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar
organisasi kenegaraan suatu bangsa (Mariam Budiarja)
TUJUAN KONSTITUSI
Membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah,
menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang
berdaulat
FUNGSI KONSTITUSI
•
sebagai sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan
•
sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk sistem
politik dan sistemm hukum negara
NILAI-NILAI DALAM KONSTITUSI
1. Nilai Normatif
2. Nilai Nominal
3. Nilai Semantik
KLASIFIKASI KONSTITUSI
1.
Tertulis
dan Tidak Tertulis
2.
Fleksibel
dan Kaku
3.
Derajat
Tinggi dan Tidak Tinggi
4.
Serikat
dan Kesatuan
5.
Sistem
Parlementer dan Presidensial
SEJARAH KONSTITUSI DI INDONESIA
Terdapat 2 (dua) model perubahan konstitusi yaitu:
•
Melalui
renewel adalah sistem perubahan konstitusi dengan model perubahan
konstitusi secara keseluruhan sehingga yang diberlakukan adalah konstitusi yang
baru secara keseluruhan;
•
Melalui
amandeman adalah perubahan konstitusi yang apabila suatu konstitusi dirubah
konstitusi yang asli tetap berlaku.
Perubahan Konstitusi Indonesia
1.
UUD
1945 (1945 - 1949)
2.
Konstitusi
RIS (1949-1950)
3.
UUDS
(1950-1959)
4.
UUD
1945 (1959-1999)
5.
UUD
1945 (Amandemen I, 2000)
6.
UUD
1945 (Amandemen II, 2000)
7.
UUD
1945 (Amandemen III, 2002)
8.
UUD
1945 (Amandemen IV, 2000)
Konstitusi Demokratis
1.
menempatkan
warga negara sebagai sumber utama kedaulatan;
2.
mayoritas
berkuasa dan terjaminnya hak minoritas;
3.
adanya
jaminan pengharaan terhadap hak-hak individu warga negara dan penduduk negara.
4.
pembaasan
pemerintahan;
5.
adanya
jaminan keterlibatan rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum yang
bebas;
6.
adanya
jaminan berlakunya hukm dan keadilan melalui proses peradilan yang independen,
dan
7.
adanya
pembatasan dan pembagian kekuasaan negara.
BAB V DEMOKRASI
HAKIKAT DEMOKRASI
Pemerintah Diselenggarakan :
1. Dari Rakyat
2. Oleh Rakyat
3. Untuk Rakyat
Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila terdapat 3 (tiga) hal
berikut (Ubaidillah, dkk., 2006).
1.
pemerintahan
dari rakyat, mengandung pengertian bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang mendapat
pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi. Pengakuan dan dukungan rakyat bagi suatu
pemerintahan sangatlah penting, karena dengan legitimasi politik tersebut
pemerintah dapat menjalankan
roda birokrasi dan program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan
oleh rakyat kepadanya.
2.
pemerintahan
oleh rakyat, memiliki pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan
kekuasaannya atas nama rakyat,
bukan atas dorongan pribadi elit negara atau elit birokrasi, atau dengan kata
lain dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat.
Pengawasan dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung
oleh perwakilannya.
3.
pemerintahan
untuk rakyat mengandung pengertian
bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan
untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat umum harus dijadikan landasan utama
kebijakan sebuah pemerintahan
yang demokratis.
BENTUK-BENTUK DEMOKRASI
1. a) Demokrasi Langsung
b) Demokrasi Tidak
Langsung
2. a) Substantive Democracy
b) Formal Democracy
3. a) Demokrasi Perwakilan Leberal
c) Demokrasi Satu Partai
dan
Komunisme
UNSUR-UNSUR DEMOKRASI
1)
Kebebasan
membentuk organisasi
2)
Kebebasan
berekspresi
3)
Hak
milik diakui
4)
Adanya
jabatan publik
5)
Hak
memilih dan dipilih
6)
Kebebasan
pers
7)
Adanya
lembaga rakyat
Unsur-Unsur Tegaknya
Demokrasi
a)
Negara
Hukum
b)
Masyarakat
Madani
c)
Aliansi
Kelompok Strategis
Unsur-Unsur Demokrasi Menurut Nurkhalis Madjid
1)
Kesadaran
akan pluralisme
2)
Musyawarah
Ketiga, cara haruslah santun dan beradab
3)
Norma kejujuran dalam permufakatan,
4)
Kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban
5)
Trail and error
SEJARAH DEMOKRASI DI INDONESIA
Ø Sejarah perkembangan dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat
dibagi kedalam 4 periode :
- Periode l945 – l959, Demokrasi Parlementer
- Periode l959 – l965, Periode ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin
- Periode l965 – l998, masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Demokrasi Pancasila
- Periode l998 – Sekarang
Periode ini sering disebut dengan Orde Reformasi karena erat
kaitannya dengan gerakan reformasi yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM
secara konsekuen,
Pasca kemerdekanan telah mengalaimi pasang surut(fluktuasi) dari
masa kemerdekaan sampai saat ini.
Periode 1945-1959
Masa ini disebut demokrasi parlementer, karena kedudukan parlemen
sangat kuat dan pada gilirannya menguat pula kedudukan partai politik.
Perdebatan antar partai politik sering terjadi pula dengan kebijakan pemerintah
bahkan sering berakhir dengan ketidaksepakatan.
Hal ini mendorong Presiden Soekarno untuk mengeluarkan dekrit presiden 5
juli 1959, untuk kembali pada UUD 1945.
Periode 1959-1965
Masa ini disebut demokrasi terpimpin kareana demokrasi dikendalikan
presiden yang mengakibatkan komunikasi tersumbat.
Periode 1965-1998
Masa ini disebut demokrasi retorika karena baru gagasan untuk
mengadakan koreksi total terhadap demokrasi terpimpin dan melaksanakan
kehidupan berbangsa da bernegra berdasarkan UUD 1945 dan pancasila secara murni
dan konsekuen. Namun belum sampai pada tataran praktis, karena dalam
kenyataannya sama seperti yang dilakukan sebelumnya terpimpin kembali dengan
metode lain bahkan terjadi kembali penyumbatan kominikasi politik.
Periode 1998-sekarang
Masa kini yang disebur era reformasi ternyata tidak menemukan
konsep mekanisme kehidupan negara yang baru karena metoda yang dilaksanakan
mengandung ciri-ciri yang sama dengan periode 1945-1959, antara lain :
menguatnya kedudukan DPR berarti mengutanya kedudukan partai politik contoh
anggota DPRD dapat menjatuhkan Gubernur, Walikota dan Bupati.
PENDIDIKAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Dalam memberikan pendidikan tentang demokrasi yang terpenting
adalah tentang norma atau unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat
yang demokratis.
Ø Konsep
Demokrasi
- Demokrasi merupakan wujud kebersamaan dalam negara juga merupakan hak sekaligus kewajiban bagi warga negara karena sistem kekuasaan yang berlaku adalah :”Res Publica” dari, oleh dan untuk rakyat.
- Demokrasi berasal dari bahasa yunani, yakni kata “demos” berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan, dengan demikian maka demokrasi dapat diartikan kekuasaan atau kedaulatan rakyat.
- Demokrasi tidaklah sama dengan kebebasan, Demokrasi sesungguhnya adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat praktik dan prosedur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku.
- Demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan.
- Pada dasarnya demokrasi merupakan hal yang sangat penting bagi suatu negara, apalagi bila negara tersebut menyatakan diri sebagai negara hukum,
- Konsep demokrasi berkembang sejak 2000 tahun yang lalu diperkenalkan oleh Plato dan Aristoteles dengan isyarat agar penuh hati-hati karena demokrasi disamping sangat baik, namun dapat juga menjadi kejam karena mendewakan kebebasan yang akhirnya dapat menimbulkan anarki, oleh karena itu perlu dicari adalah “mekanismenya” seperti kehendak tuhan tadi bahwa pengaturan di bumi diserahkan pada manusia ataupun rakyatnya.
Secara termologis demokrasi mempunyai pengertian arti antara lain:
- Yosefh A.Schmer, mengatakan :
·
“Demokrasi merupakan suatu perencanaan
institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan denagn cara perjuangan kompetitif atas
suara rakyat.”
- Sidney Hook, mengatakan :
·
“Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada kesepakan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa.”
NILAI-NILAI DEMOKRASI
a.
Menyelesaikan
pertikaian secara damai dan sukarela.
b.
Menjamin
terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah.
c.
Pergantian
penguasa secara teratur.
d.
Penggunaan
paksaan sesedikit mungkin.
e.
Pengakuan
terhadap nilai keanekaragaman.
f.
Mnegakkan
keadilan.
g.
Memajukan
ilmu pengetahuan.
h.
Pengakuan
/ penghormatan terhadap kebebasan.
Keunggulan Demokrasi
1.
Demokrasi
Langsung, keunggulannya adalah menjamin kendali warga Negara terhadap kekuasaan
politik.
2.
Demokrasi
Perwakilan, keunggulannya adalah lebih mudah diterapkan dalam masyarakat yang
lebih kompleks.
3.
Demokrasi
Permusyawaratan, keunggulannya adalah mendorong warga Negara untuk selalu
memikirkan kepentingan bersama
Keunggulan Demokrasi
1. Robert
Dahl dalam bukunya On Democracy (1999) memaparkan keunggulan-keunggulan
demokrasi dibanding alternatif mana pun yangmungkin ada. Menurut Dahl,
demokrasi, paling tidak, memiliki keunggulan dalam sepuluh hal yakni a)
menghindari tirani; b) menjamin hak asasi; c) menjamin kebebasan umum; d)
menentukan nasib sendiri; e) otonomi moral; f) menjamin perkembangan manusia;
g) menjaga kepentingan pribadi yang utama; h) persamaan politik; i) menjaga
perdamaian; dan j) mendorong kemakmuran.
2.
Adapun di Indonesia demokrasi yang di terapkan di negara
yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945, memiliki tiga keunggulan berikut.
1)
Mengutamakan
pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat dalam semangat kekeluargaan.
2)
Mengutamakan
keselarasan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kepentingan
pribadi dan kepentingan sosial.
3)
Lebih mengutamakan kepentingan dan keselamatan bangsa di
atas kepentingan pribadi dan golongan.
Robert Dahl dalam bukunya “On Democracy” (1999)
Keunggulan-keunggulan demokrasi:
1)
menghindari
tirani;
2)
menjamin
hak asasi;
3)
menjamin
kebebasan umum;
4)
menentukan
nasib sendiri;
5)
otonomi
moral;
6)
menjamin
perkembangan manusia;
7)
menjaga
kepentingan pribadi yang utama;
8)
persamaan
politik;
9)
menjaga
perdamaian; dan
10)
mendorong kemakmuran.
PRINSIP ISLAM
DALAM DEMOKRASI
1.
Prinsip
Musyawarah (Asy-Syura: 38; Ali-Imran, 159)
2.
Prinsip
Keadilan (An-Nahl: 90)
3.
Prinsip
Kebebasan (Al-Kahfi: 29)
4.
Prinsip
Pembatasan Wewenang dan hak Penguasa
DEMOKRASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
1.
Kalangan
ahli demokrasiseperti Larry Diamond, Juan J. Linze berpendapat bahwa dunia
Islam tidakmempunyai prospek untuk menjadi demokratis serta tidak punya
pengalaman demokrasi yang cukup handal.
2.
menurut
El Wa (Trianto, 2007), Islam mengenal dan mengajarkan sistem demokrasi dengan
karakteristik tersendiri. Lebih lanjut menurut beliau, dalam al-Quran dan
al-Hadist terdapat prinsip-prinsip umum tentang demokrasi, berikut.
3.
Prinsip
musyawarah
4.
Dasar
pijakan tentang prinsip utama demokrasi dalam Islam adalah musyawarah untuk
mufakat dalam menyelesaikan semua persoalankemasyarakatan. Konteks tersebut
dalam Islam telah begitu jelas, sebagaimana firman Allah dalam surat Asy-Syuraa
ayat 38 : dan Ali-’Imran 159
5.
Prinsip
keadilan
6.
Sebagai
agama yang membawa misi rahmat bagi alam semesta, Islam menjunjung tinggi
keadilan dalam semua aspek kehidupan. Kepada setiap individu, masyarakat, rakyat dan penguasa,
Islam memerintahkan untuk
menegakkan keadilan dan menjauhi kezaliman.ditegaskan dalam al-Qur’an dalam surat An-nahl ayat 90 :
7.
Prinsip
Kebebasan
8.
Allah
menciptakan manusia dengan suatu fi trah (nature), bebas untuk memilih,
menyatakan pendapat, dan melakukan sesuatu berdasarkan pilihan dan pendapatnya
itu. Dalam soal yang paling mendasar sekalipun, yakni agama, Allah SWT
memberikan kebebasan memilih kepada manusia. Iategaskan dalam surat al-Kahfi ayat 29
9.
Prinsip
Persamaan
10.
Menurut
Islam, semua manusia dalam pandangan Allah adalah sama. Satu-satunya faktor yang membuat derajat
kemuliaan mereka berbeda dihadapan
Allah adalah kadar taqwanya. Firman Allah dalam surat al-Hujarat ayat 13
Ø Menurut
Nurcholis Madjid (dalam Ubaidillah, 2006), unsur pokok yang dibutuhkan oleh
tatanan masyarakat demokratis diantaranya sebagai berikut.
1)
kesadaran akan pluralisme. Kesadaran akan kemajemukan tidak sekedar pengakuan pasif akan kenyataan
masyarakat yang majemuk. Kesadaran atas kemajemukan menghendaki tanggapan dan sikap positif terhadap kemejemukan itu
sendiri secara aktif. Pengakuan akan kenyataan perbedaan harus diwujudkan dalam sikap dan
prilaku menghargai dan
mengakomodasi beragam pandangan dan sikap orang dan kelompok lain.
2)
musyawarah, makna dan semangat musyawarah ialah
mengharuskan adanya
keinsyafan dan kedewasaan warga negara untuk secara tulus menerima kemungkinan
untuk melakukan negosiasi dan kompromi-kompromi sosial dan politik secara damai dan bebas
dalam setiap keputusan bersama.
Semangat musyawarah menuntut agar setiap orang menerima kemungkinan terjadinya partial
fi nctioning of ideal yaitu pandangan dasar bahwa belum tentu dan tidak
harus, seluruh keinginan atau pikiran seseorang atau kelompok akan diterima dan
dilaksanakan sepenuhnya. Konsekuensi dari prinsip ini adalah kesediaan setiap
orang maupun kelompok orang untuk menerima pandangan yang berbeda dari orang atau
kelompok lain dalam bentuk-betuk kompromi melalui jalan musyawarah yang
berjalan secara seimbang dan aman.
3)
cara haruslah sejalan dengan tujuan, artinya demokrasi
pada hakikatnya tidak sebatas
pelaksanaan prosedur-prosedur demokrasi (pemilu, suksesi dan aturan mainnya)
tetapi harus dilakukan secara santun dan beradab yakni melalui proses demokrasi yang dilakukan
tanpa paksaan, tekanan dan
ancaman dari dan oleh siapapun, tetapi dilakukan secara sukarela, dialogis dan saling menguntungkan.
4)
norma kejujuran dalam permufakatan, suasana masyarakat demokratis dituntut untuk menguasai dan
menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat untuk mencapai
kesepakatan yang memberi keuntngan semua pihak.
5)
kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban. Norma ini akan berkembang baik jika ditopang oleh
pandangan positif dan optimis terhadap manusia. Sebaliknya pandangan negatif
dan pesimis terhadap manusia dengan mudah akan melahirkan akan melahirkan sikap dan prilaku curiga dan tidak percaya
kepada orang lain. Sikap dan
perilaku ini akan sangat berpotensi melahirkan sikap enggan untuk saling
terbuka, saling berbagi dan melakukan kompromi dengan pihak-pihak yang berbeda.
6)
trail and error (percobaan dan salah), dalam kerangka ini
demokrasi
membutuhkan percobaan-percobaan dan kesediaan semua pihak untuk menerima
kemungkinan ketidaktepatan atau kesalahan dalam praktik berdemokrasi.
PLURALISME
“Pluralisme” ialah perspektif pemikiran dan gerakan yang
ingin menghapuskan sekat-sekat primordialisme dalam pola dan proses interaksi
sosial manusia dalam kehidupan.
Dalam pandangan Shihab (1999: 41) konsep
pluralisme ditunjukkan dengan hal-hal sebagai berikut: Pluralisme tidak
semata-mata menunjuk pada kenyataan tentang kemajemukan, namun juga adanya
keterlibatan dengan mengambil peran berinteraksi positif dalam kenyataan
kemajemukan itu
Beda Pluralisme dan Kosmopolitan Shihab (1999: 41)
Pluralisme harus di bedakan dari kosmopolitanisme dengan menunjuk pada realitas dimana terdapat
keanekaragaman yang satu sama lain dapat mengadakan interaksi secara intensif
Pelapisan masyarakat yang menyebabkan
terjadinyan pluralisme dapat dibuktikan dengan hal-hal sebagai berikut :
1.
adanya
kelompok berdasarkan jenis kelamin dan
umur dengan pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban,
2.
adanya
kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak istimewa,
3.
adanya
kelompok-kelompok pemimpin yang paling berpengaruh,
4.
adanya
kelompok orang-orang yang dikucilkan di luar kasta dan orang-orang yang di luar
perlindungan hukum (cutlaw men),
5.
adanya
kelompok pembagian kerja didalam suku itu sendiri, dan
6.
adanya
kelompok pembelaan standar ekonomi dan di dalam ketidaksamaan ekonomi itu
secara umum.
Unsur-unsur Pluralisme
a)
jenis kelamin,
b)
suku bangsa,
c)
Agama,
d)
Kebudayaan,
e)
keadaan ekonomi,
f)
pengaruh dalam masyarakat,
g)
asal-usul keturunan, dan
h)
tingkat pendidikan dan lain sebagainya.
Pluralisme dalam Persepektif Islam
1)
Piagam Madinah memuat pluralisme dengan
pengakuan eksistensi masyarakat Yahudi dan Kristen oleh Nabi Muhammad SAW
melalui Piagam Madinah.
2)
Doktrin Islam dalam kitab Suci Al Qur an
menyebutkan bahwa Allah menciptakan manusia dalam berbagai bangsa dan suku (QS.
Al Hujurat 13).
GENDER
Gender Adalah pemilihan peran antara laki-laki dan perempuan
yang di kontruksikan oleh masyarakat
setelah lahir.
Berbeda dengan jenis kelamin Sex atau jenis
kelamin adalah kodrat manusia, laki-laki atau perempuan, yang merupakan
pemberian tuhan sejak dalam kandungan, dan tidak bisa di pertukarkan satu sama
lain.
Perbedaan Gender dan Jenis Kelamin (Seks)
No.
|
Gender
|
Jenis Kelamin
|
1
|
Terjadi karena konstruksi masyarakat
|
Terjadi karena perbedaan biologis
|
2
|
Diajarkan melalui sosialisasi
|
Pemberian Tuhan
|
3
|
Dapat diubah. Contoh seorang perempuan: memasak,
merawat anak,
mendidik anak. Laki-laki:
bekerja di luar rumah,
menjaga tenaga profesional dan sebagainya.
Peran-peran ini bisa dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan
|
Tidak dapat di ubah, contoh perempuan: reproduksi, haid, hamil,
melahirkan, menyusui, dan sebagainya
laki-laki: memproduksi sperma.
Fungsi biologis ini tidak dapat dipertukarkan
|
Secara sosial budaya, ketidak adilan gender
menyebabkan perlakuan sosial sebagai berikut :
1)
Marginalisasi perempuan
2)
Posisi yeng tersubordinasi
3)
Setereotipisasi perempuan
4)
Kekerasan terhadap perempuan
5)
Beban kerja yang tidak proporsional
Marginalisasi perempuan yaitu pengucilan perempuan dari kepemilikan
akses, fasilitas, dan kesempatan sebagaimana laki-laki.
Posisi yang tersubordinasi, yaitu menempatkan perempuan pada prioritas
yang lebih rendah ketimbang laki-laki, sehingga perempuan mengalami kesulitan
untuk memperoleh posisi setrategis yeng berkaitan dengan peran pengambilan
keputusan.
Setereotipisasi perempuan yaitu pelabelan yang berkonotasi negatif terhadap perempuan sehingga menimbulkan
ketidak adilan sosial.
Kekerasan terhadap perempuan Terjadi akibat anggapan bahwa laki-laki
pemegang supremasi dan dominasi atas semua sektor kehidupan.
Beban kerja yang tidak proporsional yaitu bahwa perempuan selain menjalankan
tugas-tugas kodrati juga masih dibebani dengan setumpuk pekerjaan domestik
dalam waktu yang tidak terbatas.
Gender dalam Perspektif al-Qur’an
Al Qur’an memandang laki-laki dan perempuan sama posisinya di
hadapan Allah SWT :
1.
bahwa
orang yang paling mulia adalah orang yang paling taqwa, baik dia laki-laki
maupun perempuan”.
2.
Dalam
surat Al Hujurat ayat 13 “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya kami telah
menciptakan kamu terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang
paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa.”
3.
Dalam
surat (An Nisa: 2) Allah Swt berfirman: ”Hai sekalian manusia, bertaqwalah
kepada Tuhanmu yang telah mencipkatan kamu dari Nafs yang satu ( sama ), dan
darinya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”
BAB VI OTONOMI DAERAH
Dalam
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah
hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi
daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat.
Sesuai dengan penjelasan
Undang-Undang No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah dan
kabupaten / kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab.
A.
KewenanganOtonomiLuas
Yang dimaksud dengan kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal agama serta kewenangan dibidang lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Yang dimaksud dengan kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal agama serta kewenangan dibidang lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
B.
OtonomiNyata
Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah.
Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah.
C.
OtonomiYangBertanggungJawab
Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat
7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan
daerah yaitu :
- Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu
- Tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
DAERAH OTONOM
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasl 1
ayat 6 menyebutkan bahwa daerah otonomi selanjutnya disebut daerah adalah
kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan
Republik Indonesia.
Menurut Profesor Oppenhein (dalam Mohammad
Jimmi Ibrahim, 1991:50) bahwa daerah otonom adalah bagian organis daripada
negara, maka daerah otonom mempunyai kehidupan sendiri yang bersifat mandiri
dengan kata lain tetap terikat dengan negara kesatuan. Daerah otonom ini merupakan
masyarakat hukum yaitu berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Hakekat, Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah
A. HakekatOtonomiDaerah
Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat. Berkaiatan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat dibututuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/ kemandirian daerah (Yuliati, 2001:22)
Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat. Berkaiatan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat dibututuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/ kemandirian daerah (Yuliati, 2001:22)
B. TujuanOtonomiDaerah
Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untukmeningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu:
Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untukmeningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu:
- Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
- Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
- Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
HAKIKAT OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
SENTRALISASI DAN DESENTRALISASI
1.
Sentralisasi
adalah penyelengaraan kekuasaan/semua kewenangan pemerintahan dilakukan
pemerintah pusat.
2.
Desentralisasi
berarti wewenang mengatur/mengurus pemerintah tidak semata-mata dilakukan oleh
pemerintah pusat, melainkan dilakukan juga oleh satuan-satuan pemerintahan yang
lebih rendah.
1)
Pelimpahan kewenangan dari pemerintah atau
kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerahnya
(UU No. 5/1974).
2)
Pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah (UU No.
22/1999)
3)
Pelimpahan wewenang
pemerintah oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu (UU No. 32/2004)
VISI OTONOMI
DAERAH
1)
Visi
Politik
2)
Visi
Ekonomi
3)
Visi
Sosial Budaya
1. VISI
POLITIK
Otonomi Daerah : Sebagai
sebuah proses utuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang
dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan
pemerintah yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara
suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban
publik.
2. VISI
EKONOMI
Visi otonomi daerah dibidang ekonomi mengandung makna bahwa Otonomi
Daerah disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi
nasional di daerah, dipihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah
daerah mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan potensi
ekonomi di daerahnya.
3. VISI
SOSIAL BUDAYA
Otonomi Daerah : Harus
diarahkan pada pengelolaan, penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan
harmonisasi sosial. Pada saat yang sama, isi otonomi daerah dibidang sosial dan
budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni, karya
cipta, bahasa dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong masyarakat
untuk mersepon positif dinamika kehidupan disekitarnya dan kehidupan global.
PRINSIP OTODA
1.
Memperhatikan
aspek demokrasi, keadilan,pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah
2.
Otonomi
luas, nyata dan bertanggung jawab
3.
Otonomi
daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota,
sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4.
Harus
sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi
antar pusat dan daerah serta antar daerah.
5.
Harus
lebih meningkatkan kemandirian otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan
kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6.
Harus
lebih meningkatkan peranan dan fungsi daerah baik legislasi, fungsi pengawasan
maupun fungsi anggaran atas penyelengaraan pemerintahan daerah
11.BIDANG PEMBAGIAN KEWENANGAN
(OTODA)
1.
Pertanahan
2.
Pertanian
3.
pendidikan
dan kebudayaan
4.
tenaga
kerja
5.
Kesehatan
6.
lingkungan
hidup
7.
pekerjaan
umum
8.
Perhubungan
9.
perdagangan
dan industri
10.
penanaman
modal, dan
11.
koperasi
C. KEBIJAKAN
PUBLIK DALAM ARAS OTONOMI DAERAH
Kebijakan
publik, otonomi daerah, desentralisasi, demokratisasi, good governance,
pelayanan public Adalah upaya yang tidak gampang merumuskan
kebijakan publik yang demokratis, apalagi pelaksanaan otonomi daerah
dibilang umurnya masih dini dan barangkali adalah masa peralihan atau masa
adaptasi, maka untuk menjaga eksistensinya dan keberlangsungan hidupnya
harus dituntun, dibina, dijaga sehingga desentralisasi benar benar bisa
berjalan sebagaimana mestinya, jangan sampai dibiarkan tanpa bimbingan sehingga
menjadi liar.
Premis
pemikiran penulis adalah kebijakan public yang unggul menentukan keunggulan
bangsa. Atau dalam istilah lain negara bangsa yang mampu mengembangkan,
kebijakan public yang unggul baik dalam perumusan, implementasi dan evaluasi
yang akan menjadi negara yang unggul dalam sebuah persaingan, namun yang
menjadi permasalahan adalah ada atau tidaknya sebuah kebijakan public yang
unggul atau excellence, bagaimana pula di Indonesia.
Ketika
kita mau melihat beberapa kebijakan public yang pernah dibuat oleh pemerintah
Indonesia , seperti : kebijakan perbankan di Indonesia menjadikan sebagian
besar dana masyarakat masuk kelembaga perbankan asing, tahun 1988 kebijakan
pemerintah untuk melakukan deregulasi perbankan justru berakhir dengan
kolapsnya perbangkan ditahun 1998, tahun 1999 kebijakan pemerintah mengijinkan
jejak pendapat di Timor Timur menghasilkan disintegrasi kawasan tersebut. Tahun
2000 kebijakan pemerintah untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel secara
terbuka menghasilkan demontrasi tak henti-hentinya di ibu kota.
Tahun 2003, kebijakan pemerintah menaikkan tariff listrik, telefon, BBM membawa
protes tak henti-hentinya diseluruh negeri. Dalam World Competitifnes
Yearbook 2006 daya saing iklim investasi Indonesia terpuruk diposisi ke
60 dari 61 negara., dalam regulasi pendaftaran usaha baru di Indonesia
diperlukan 12 macam prosedur dengan waktu penyelesaian rata-rata 151 hari untuk
memperoleh pengesahan. Bandingkan dengan Malaysia yang hanya memerlukan 9 macam
prosedur dengan waktu penyelesaian rata-rata 30 hari, sementara Singapura
hanya memerlukan 6 prosedur dengan waktu penyelesaian 6 hari. Dalam hal
regulasi mendapatkan perizinan ( kasus membangun sebuah gedung) diIndonesia
diperlukan 19 prosedur, dengan waktu penyelesaian 224 hari dengan mengeluarkan
biaya sebesar 364,9 % dari pendapatan perkapita, para meter yang sama di
Malaysia memerlukan 25 prosedur dengan waktu 226 hari dan biaya 82,7%, sedang
untuk Singapura hanya memerlukan 11 prosedur, 129 hari dan biaya 24,0 %.
Dalam
perdagangan lintas batas, untuk mengimport Indonesia memerlukan waktu 30 hari
dengan 6 tanda tangan, untuk mengeksport butuh waktu 25 hari dan 3 tanda
tangan. Di Malaysai import 22 hari dengan 5 tanda tangan, eksport 20 dengan 3
tanda tangan. Sedang di Singapura import butuh 8 hari dengan 2 tanda tangan ,
ekport butuh 6 hari dan 2 tanda tangan.
Dalam
hal pembayaran pajak , pelaku usaha di Indonesia melakukan rata-rata 52
pembayaran pajak pertahun, memerlukan waktu 560 jam untuk pengurusannya,
besaran pajak 38,8 % dari keuntungan kotor. Di Malaysia melakukan 28 kali
pertahun dengan besaran pajak 11,6%, Di Singapura 16 kali pembayaran dengan
waktu 30 jam dan besaran 19,5% dari keuntungan kotor.
Kesemuanya
itu adalah permasalah kebijakan pemerintah, yang mampu penulis
ungkap ,kemudian apa yang bisa kita katakan mengenai semua kebijakan diatas.
Setiap orang akan memberikan penilaian yang berbeda menurut sudut kajian masing
masing, tetapi menurut penulis, semua kebijakan diatas bukanlah termasuk
kebijakan yang excellence, namun yang terpenting adalah kita perlu belajar dari
apa yang pernah dilakukan. Memang bukanlah pekerjaan yang mudah untuk
merumuskan sebuah kebijakan public., karena merupakan proses yang panjang,
sulit dan tidak sederhana , ( Irfan Islamy,Kebij Publik,1999)
1.
Perumusan kebijakan
Dalam
bukunya, Prof Solichin Abdulwahab “Demokratisasi Kebijakan public”
diungkapkan bahwa dalam proses kebijakan, perumusan masalah adalah
merupakan kegiatan yang pertama kali harus dilakukan oleh pembuat kebijakan..
Masalah harus dirumuskan dengan tepat dan benar, karena kesalahan dalam
merumuskan masalah akan berakibat salah pula dalam menentukan alternatif
kebijakan guna mengatasi masalah tersebut. Menurut Haryati ( modul
kebijakan public,2006) perumusan masalahdalam kebijakan public dapat dipandang
sebagai proses yang paling tidak terdiri atas tiga tahap yang berbeda
tetapi saling bergantung, meliputi: konseptualisasi masalah, spesifikasi
masalah dan pengenalan masalah. Meskipun menurut Haryati proses perumusan
masalah kebijakan dapat dimulai dari tahap manapun dari ke tiga tahap tersebut,
namun suatu prasyarat awal dalam perumusan masalah kebijakan public, yaitu
pengenalan atau menyadari keberadaan situasi problematic ( problematic
situation), yang idealnya harus didahulukan.
Untuk
bergerak dari situasi masalah ke masalah substantif (substantif problem),
pembuat kebijakan biasanya menggunakan bahasa konvensional untuk
mengkonsepsikan masalah, yaitu mendefinisikan suatu fenomena/situasi menurut
konsep dasar tertentu, misalnya dalam memutuskan apakah masalah kebijakan yang
sedang ditangani berada pada bidang ekonomi, Sosiologi atau politik dan
sebagainya.
Jika
masalah substantif dikonsepsikan ke dalam bidang ekonomi, pembuat kebijakan
akan mengujinya dengan variable ekonomi, tetapi jika problem serupa dipandang
dari biadang politik atau sosilogi, pengambil kebijakan akan mengujinya dalam
hubungannya dengan distribusi kekuasaan, pengaruhnya dengan kelompok
kepentingan, elit dan strata social lain. Pemilihan kerangka kerja konsepsional
biasanya juga disesuaikan dengan wordview, ideology, dan komitmen social
yang berkembang mengenai realitas dalam komunitas tertentu.
Tidak
semua masalah public bisa menjadi masalah kebijakan, dan tidak semua masalah
kebijakan dapat masuk menjadi agenda pemerintah. Andrson (1979) memberi
gambaran bahwa suatu masalah, baru akan menjadi masalah kebijakan, bila masalah
masalah tersebut dapat membangkitkan niat orang banyak untuk melakukan tindakan
untuk menyelesaikan masalah.
Kendatipun
suatu masalah public itu ada atau muncul dipermukaan, belum tentu ada jaminan
bahwa akan muncul keinginan public untuk menyelesaikan masalah itu. Pembuat
kebijakan public seringkali mendefinisikan masalah/problem bagi masyarakat
dimana masyarakat sendiri tidak mampu atau mungkin tidak sadar dalam
menerjemahkan masalah yang mereka hadapi sendiri.
Banyak
sekali program-program atau kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan dengan tanpa
terlebih dahulu mengidentifikasi dan merumuskannya secara jelas, disamping itu
banyak masalah kebijakan yang mati tengah jalan, sehingga tidak dapat diproses
menjadi kebijakan public, kendati masalah tersebut sudah dirumuskan secara
jelas. Sebaliknya masalah masalah privat bisa dikonversikan dalam system
politik sehingga menjadi suatu kebijakan public, Barangkali yang demikian ini
sering kita jumpai di Indonesia, dan mengapa yang demikian ini bisa terjadi
?Tentu saja banyak factor yang mempengaruhi. Sehubungan dengan hal tersebut
maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh pembuat kebijakan adalah
mengidentifikasikan masalah yang akan dipecahkan, kemudian membuat rumusan
masalah yang sejelas jelasnya yang akan diselesaikan melalui kabijakan public .
Pada
prinsipnya kendati satu peristiwa dapat menimbulkan satu atau beberapa masalah,
tetapi agar menjadi masalah kebijakan, tidak hanya tergantung dari dimensi
obyektifnya, tetapi secara subyektif, oleh masyrakat dan pemerintah dipandang
sebagai masalah yang patut dipecahkan.
2.
Otonomi Daerah
Tepat
awal tahun 2001 gong otonomi daerah di Indonesia kembali dibunyikan, meskipun
sudah jauh -jauh hari masalah otonomi daerah ini disosialisasikan, baik
langsung oleh pemerintah maupun melalui konsep-konsep para pengamat dan pakar
pemerintahan dalam diskusi, seminar, atau lokokarya namun ketika itu belum ada
kesepakatan yang bulat tentang hakekat otonomi daerah itu sendiri. Oleh karena
itu tidak mengheranan apabila ada dua kelompok masyarakat yang saling berbeda;
satu pihak merasa optimis dengan pelaksanaan otonomi daerah ini, karena
dipandang sudah cukup aspiratif dan didukung oleh hampir seluruh daerah maupun
komponen yang ada, sedang pihak lain masih merasa pesimis mengingat pengalaman
selama itu adanya inkonsistensi dalam menerapkan suatu kebijakan.
Belajar
dari pengalaman masa lalu kita harus mengerti apa sebenarnya yang menjadi
hakekat otonomi dan orientasi penerapannya. Ada beberapa permasalahan yang
perlu kita pahami secara mendalam agar otonomi daerah benar-benar terwujud
dan tidak menjadi lips service belaka.
Pertama, kita
harus memahami bahwa otonomi daerah adalah suatu system pemerintahan dalam
system ketatanegaraan secara utuh, yang berarti bahwa otonomi daerah merupakan
subsistem dalam system ketatanegaraan, artinya seluas apapun otonomi daerah
diterapkan, pada prakteknya tetap tidak akan terlepas dari kerangka system
pemerintahan dalam Negara kesatuan Republik Indonesia.
Kedua ;
dipahami pula bahwa untuk dapat melaksanakan otonomi daerah secara baik dan
benar diperlukan adanya political will dari semua pihak ( pemerintah,
masyarakat, pemerintah daerah ).Kemauan politik ini sangat penting karena
diyakini dapat mempersatukan berbagai kepentingan yang berbeda dalam satu wadah
pemahaman yang berorientasi pada suatu tujuan, yakni membangun negara Indonesia
melalui pemberdayaan daerah secara optimal demi terwujudnya masyarakat adil dan
sejahtera.
Ketiga ;
Diperlukan komitmen bersama untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan
aturan yang berlaku, guna mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Dalam konteks
ini diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk melaksanakan otonomi daerah,
diikuti dengan evaluasi dan perbaikan-perbaikan atas kekurangan dari kebijakan
yang ada saat itu. Jadi kebijakan-kebijakannya perlu dibuat fleksibel, namun
tetap mengarah pada satu tujuan yang sama.
3.
Kebijakan Publik Dalam Otonom Daerah
Desentralisasi
sebagai salah satu manifesto demokrasi telah mengarahkan kedaulatan menjadi
lebih dekat dengan public, visi inilah sebenarnya yang hendak diemban dalam
undang-undang No,32/2004 tentang pemerintahan daerah. Dengan undang-undang
tersebut seharusnya peluang public didaerah untuk mengakses, berpartisipasi dan
mengontrol sebuah kebijakan menjadi terbuka lebar. Kalau dahulu daerah tidak
mempunyai hak untuk mengatur segala keputusan dalam proses pembangunan, dengan
adanya aturan , dari sekarang ini daerah diberi wewenang penuh untuk mengelola
,mengatur, membuat kebijakan dengan memberi ruang public yang lebih luas
sehingga masyarakat lebih mampu untuk mengontrol jalannya proses kebijakan.
Semakin
jauh posisi masyarakat dengan pemerintah, maka masyarakat akan semakin
kesulitan untuk mengetehui kebijakan, namun sebaliknya ketika posisi masyarakat
dekat dengan pemerintah maka peluang untuk mengawasi, mengontrol proses
kebijakan semakin besar.
Melihat
latar belakang pemikiran tentang penyelanggaraan otonomi daerah yang ditekankan
pada dua aspek yaitu:
1)
menciptakan ruang/ peluang bagi masayrakat
untuk mengembangkan dirinya dan
2)
mengupayakan pemberdayaan masyarakat agar mampu
memanfaatkan ruang/ peluang yang tercipta.
pemikiran
diatas adalah merupakan prinsip dasar kemandirian local. Hubungannya dengan
kebijakan public dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah desa menjadi
basis utama , namun ini bisa jadi sebuah peluang atau juga sebuah ancaman yang
harus dihadapi dan diselesaikan. Pada tataran legal formal DPRD adalah policy
maker yang bertanggung jawab melakukan pengaturan lebih lanjut
tentang pemerintahan dan pembangunan desa, ini adalah tugas berat. Tetapi dalam
tataran realitasnya, barangkali sering kita lihat bahwa DPRD adalah sebuah
lembaga pemerintah daerah sebatas symbol yang sering kali kerjanya
melakukan konspirasi dengan eksekutif dalam pembuatan kebijakan public, yang
sering kali pula tidak mempedulikan kepentingan masyarakat.
Selanjutnya
tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No 32 tahun 2004 pada
dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan
prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan
bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi
beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang
untuk koordinasi tingkat lokal.
4. PrinsipOtonomiDaerah
Menurut penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah :
Menurut penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah :
1.
penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan
dengan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keaneka ragaman
daerah.
2.
Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada
otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
3.
pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh
diletakkan pada daerah dan daerah kota, sedangkan otonomi provinsi adalah
otonomi yang terbatas.
4.
Pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan
konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah.
5.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih
meningkatkan kemandirian daerah kabupaten dan derah kota tidak lagi wilayah
administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh
pemerintah.
6.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih
meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah baik sebagai fungsi
legislatif, fungsi pengawasan, mempunyai fungsi anggaran atas penyelenggaraan
otonomi daerah.
7.
Pelaksanaan dekonsentrasi diletakkan pada
daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan
kewenangan pemerintah tertentu dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah.
8.
Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan
tidak hanya di pemerintah daerah dan daerah kepada desa yang disertai
pembiayaan, sarana dan pra sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.
OTONOMI DAERAH DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA
Otonomi daerah di Indonesia adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan
dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah
di Indonesia, yaitu:
1.
Nilai Unitaris, yang
diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan
pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"),
yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik
Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2.
Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari
isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya
sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk
melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di
atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan
daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat
pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan :
1.
Dimensi Politik, Dati
II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan
separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim.
2.
Dimensi Administratif,
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat
lebih efektif.
3.
Dati II adalah daerah "ujung tombak"
pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan
potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut
adalah:
1.
Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan
situasi dan kondisi obyektif di daerah.
2.
Bertanggung jawab,
pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di
seluruh pelosok tanah air; dan
3.
Dinamis,
pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan
maju
MASALAH OTONOMI
DAERAH
Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
1. Pemahaman
terhadap konsep desentralisasi dan otonomi
daerah yang belum mantap
daerah yang belum mantap
2. Penyediaan
aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan penyesuaian peraturan
perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih sangat terbatas.
3. Sosialisasi
UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas
4. Manajemen
penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemah.
5. Pengaruh
perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh
globalisasi yang tidak mudah masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak
mudah dikelola.
6. Kondisi
SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi
daerah.
7. Belum
jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsepotonomi yang proporsional
kedalam pengaturan konsepotonomi yang proporsional ke dalampengaturan pembagian
dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan
Daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI.
Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok yang
membentuk pemerintah daerah yaitu :
1. Kewenangan,
2. Kelembagaan,
3. Kepegawaian,
4. Keuangan,
5. Perwakilan,
6. Manajemen
pelayanan publik, dan
7. Pengaasan.
BAB VII GOOD
GOVERNANCE
GOOD GOVERNANCE “
Tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat
mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan
nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian”
v Istilah
good governace pertamakali dipopulerkan oleh lembaga dana internasioanl seperti
world bank, UNDP dan IMF.
v Tujuanya
menjaga dan menjamin kelangsungan dana bantuan yang diberikan kepada negara
sasaran bantuan
v Wacana
Good Governance mendapatkan relevansinya di Indonesia dalam Pandangan Masyarakat
Transparansi Internasional(MTI). Ada 3
sebab utama:
- Krisis ekonomi dan politik yang masih terus menerus dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir
- Masih banyaknya korupsi dan berbagai bentuk penyimpangan dalam penyelenggaraan negara
- Kebijakan otonomi daerah yang merupakan harapan besar bagi proses demokratisasi dan sekaligus kekhawatiran akan kegagalan program tersebut.
Good Government
“Suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan
oleh pemerintah, masyarakat madani (civil siciety)dan sektor swasta. Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan
bentuk mekanisme, proses dan lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok
masyarakat, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani
perbedaan diantara mereka”
Pelaksanaan ini dikatakan baik (good and sound) jika dilakukan
dengan efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana
demokratis, akuntabel, serta transparan ( Mas Ahmad Santosa, 2001,hal 86)
Indikator Pemerintahan baik:
“Jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan
ekonomi rakyat meningkat baik dalam aspek produktifitas maupun dalam daya
belinya. Kesejahteraan spritualnya terus
meningkat dengan indikator rasa aman, tenang dan bahagia serta sence of
nationality yang baik”.
Good Governance sebagai sebuah paradigma dapat terwujud bila ketiga
pilar pendukungnya dapat berfungsi dengan baik, yaitu: Negara, sektor swasta
dan masyarakat madani (civil society)
Prinsip-prinsip Good Governance
Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menyimpulkan (9) sembilan
aspek fundamental dalam perwujudan good governance, yaitu:
- Partisipasi (Participation)
- Penegakan hukum (rule of law)
- Transparansi ( Transparency)
- Responsif (Resfonsiveness)
- Orientasi Kesepakatan (Consensus Orientation)
- Keadilan (Equity)
- Efektifitas (Effectiveness) dan Efesiensi (Efficiency)
- Akuntabilitas (Accountability)
- Visi Strategis (Strategic Vision)
Langkah-langkah perwujudan Good
Governance:
- Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan
- Kemandirian lembaga peradilan
- Aparatur pemerintah yang profesional dan penuh integritas
- Masyarakat madani (civil Society) yang kuat dan pertisipasif
- Penguatan Upaya Otonomi Daerah
Good Governance Dalam Kerangka
Otonomi Daerah
Merupakan Faktor kunci dari otonomi daerah karena penyelenggaraan
otonomi daerah pada dasarnya betul-betul akan teraliisasi dengan baik apabila
dilaksanakan dengan memakai prinsip-prinsip good governance..
BAB VIII HAK
ASASI MANUSIA DAN PERLINDUNGAN HUKUM DI INDONESIA
Perngertian Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok
manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan
pemberian manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup
dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati yakni la tidak bisa terlepas dari
dan dalam kehidupan manusia.
Sejarah Deklarasi HAM tg.10 Des.1948
1.
Magna
Charta (Piagam Agung 1215): Suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang
diberikan oleh Raja Jhon dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas
tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja Jhon.
2.
Bill
of Rights ( Undang-undang hak 1689): Suatu undang-undang yang diterima oleh
parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya, mengadakan perlawanan
terhadap Raja James II dalam suatu revolusi hak berdarah yang dikenal dengan
istilah The Glorious Revolution of 1688.
3.
Declaration
des Droits de I'homme et du citoyen
(pernyataan hak-hak manusia dan warga negara, 1789): Suatu naskah yang
dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap
kewenangan regim lama.
4.
Bill
of Rights (undang-undang Hak): Suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika
pada tahun 1769 dan kemudian menjadi bagian dari undang-undang dasar pada tahun
1791.
Hak Asasi yang Tercantum di Komisi HAM PBB
1)
Hak hidup, kebebasan dan keamanan pribadi
(pasal 3)
2)
Larangan perbudakan (pasal 4)
3)
Larangan penganiayaan (pasal 5) 4. Larangan
penangkapan, penahanan atau pengasingan yang sewenang- wenang (pasal 9)
4)
Hak atas pemeriksaan pengadilan yang jujur
(pasal 10)
5)
Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
6)
Hak atas harta dan benda (pasal 17)
7)
Hak atas kebebasan berfikir, menyuarakan hati
nurani dan beragama (pasal 180)
8)
Hak atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan
pikiran Hak Asasi Manusia ( pasaI 19)
9)
Hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat
(pasal 20)
10) Hak
untuk turut serta dalam pemerintahan (pasal 21)
HAM DALAM ISLAM
1.
Piagam
Madinah
2.
Deklarasi
Kairo
LANDASAN POKOK PIAGAM MADINAH
1. Semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa.
2. Hubungan antara komunitas Muslim dan Non-muslim didasarkan pada
prinsip-prinsip :
a.
Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga
b.
Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c.
Membela mereka yang teraniaya.
d.
Saling menasihati
e.
Menghormati kebebasan beragama
Deklarasi Kairo (Cairo Declaration)
Deklarasi ini berisi 24 pasal tentang hak asasi manusia berdasarkan
Al-Qur'an dan Sunnah yang dalam penerapan dan realitasnya memiliki beberapa
persamaan dengan pernyataan semesta hak-hak asasi manusia (The Universal
Declaration of Human Rights/UDHR)) yang dideklarasikan oleh PBB tahun 1948.
AYAT-AYAT TENTANG HAM
1.
Hak persamaan dan kebebasan ( surah al-Israa'
ayat 70, surah an-Nisaa' ayat 58, 105, 107, 135 dan surah al-Mumtahanah ayat
2.
surat al-Maidah ayat 45, dan surat al-Isra’
ayat 33
3.
Hak rnemperoleh perlindungan
surah al-Insaan, surah aI-Balad ayat 12-17, dan surah at-Taubah
ayat 6
4.
Hak Kehormatan pribadi surah At-Taubah ayat 6
5.
Hak menikah dan berkeluarga surah aI-Baqarah
ayat 221, surah ar-Ruum ayat 21, surah an-Nisaa' ayat 1, dan surah at-Tahrim
ayat 6
6. Hak
wanita sederajat dengan pria surah al-Baqarah ayat 228
7. Hak-hak
anak dari orangtua surah al-Baqarah ayat 233 dan surah al-Israa' ayat 23-24
8. Hak
memperoleh pendidikan dan berperan serta dalan perkembangan ilmu pengetahuan
surah at-Taubah ayat 122 dan surah al-Alaq ayat 1-5
9. Hak
kebebasan memilih agama surah al-Baqarah ayat 256, surah al-Kahfi ayat 29, dan
surah al-Kafiruun ayat 1-6
10. Hak
kebebasan bertindak dan mencari suaka surah An-Nisaa' ayat 97 dan surah
al-Mumtahanah ayat 9
11. Hak-hak
untuk bekerja surah at-Taubah ayat 105, surah al-Baqarah ayat 286, dan surah al-Mulk
ayat 15
12. Hak
untuk memperoleh kesempatan yang sama surah al-Baqarah ayat 275-278, surah
an-Nisaa ayat 161, dan surah Ali Imran ayat 130
13. Hak
milik Pribadi surah al-Baqarah ayat 29 dan surah an-Nisaa' ayat 29
14. Hak
menikmati hasil atau produk ilmu surah al-Ahqaaf ayat 19 dan surah al-Baqarah
ayat 164
15. Hak tahanan dan narapidana surah al-Mumtahanah
ayat 8
PENEGAKAN HAM DI INDONESIA
Sarana dan prasarana penegakan HAM tersebut dikategorikan menjadi
dua bagian yakni:
1)
Institusi
atau kelembagaan seperti lahirnya Lembaga advokasi tentang HAM yang dibentuk
oleh LSM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komsi Nasional HAM Perempuan dan
institusi lainnya, dan
2)
Peraturan
atau undang-undang, seperti adanya beberapa pasal dalam konstitusi UUD 1945
yang memuat tentang HAM, UU RI No. 39 Th. 1999, Keppres RI No. 50 Th. 1993,
Keppres RI No. 129 Th. 1998, Keppres RI No. 181 Th. 1998 dan Inpres RI No. 26
Th. 1998.
PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA
Untuk melaksanakan kewajiban yang diatur dalam Undang-undang Dasar
1945 tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik indonesia dengan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
Prinsip Rule of Law
Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Barat
Kontinental memberikan ciri-ciri rechtsstaat sebagai prinsipnya adalah:
1.
Hak-Hak Asasi Manusia,
2.
Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk
menjamin hak-Hak Asasi Manusia itu yang biasa dikenal sebagai Trias Politika,
3.
Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (wettnatigheid
van bestuur), dan
4.
Peradilan administrasi dalam perselisihan.
(Adji, 1966)
Sedangkan AV Dicey dari kalangan ahli Anglo Saxon memberikan
ciri-ciri Rule of law sebagai prinsip adalah sebagai berikut:
1.
Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada
kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar
hokum,
2.
Kedudukan yang sama di depan hukum baik bagi
rakyat biasa mupun bagi pejabat, dan
3.
Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang
dan keputusan-keputusan pengadilan.
BAB VIIII
MASYARAKAT MADANI
Pluralisme dan gender dalam persepektif Islam
adalah merupakan sunnatullah sesuai doktrin islam yang termaktub dalam kitab
suci al Qur an surat al Hujurat ayat 13
yang menyatakan bahwa manusia di
cipta oleh Allah dengan berbagai bangsa dan suku-suku yang dilengkapi dengan
potensi diri yang berbeda-beda agar di gunakan sesuai dengan peran yang dapat
diperankan.
Masyarakat yang dicitakan sebuah tatanan komunitas masyarakat yang
mengedepankan toleransi, demokrasi dan berkeadaban dalam realitas adanya pluralisme (kemajemukan), sebagaimana
yang telah dicontohkan oleh masyarakat yang bangun Rasulullah SAW.
Masyarakat Madani adalah masyarakat yang mengacu kepada nilai-nilai
kebajikan umum, yang disebut al-khair. Masyarakat seperti itu harus
dipertahankan dengan membentuk persekutuan-persekutuan, perkumpulan,
perhimpunan atau asosiasi yang memiliki visi dan pedoman perilaku.
Ø PENGERTIAN MASYARAKAT MADANI MENURUT PARA
AHLI:
1)
Mun’im (1994)
mendefinisikan istilah civil society sebagai seperangkat gagasan etis
yang mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang paling penting dari
gagasan ini adalah usahanya untuk menyelaraskan berbagai konflik kepentingan
antarindividu, masyarakat, dan negara.
2)
Hefner
menyatakan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat modern yang bercirikan
demokratisasi dalam beriteraksi di masyarakat yang semakin plural dan
heterogen. Dalam keadan seperti ini masyarakat diharapkan mampu mengorganisasi
dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban.Mereka akhirnya
mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh
persaingan dan perbedaan.
3)
Mahasin (1995)
menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan bahasa Inggris, civil
society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin
yaitu civitas dei yang artinya kota Illahi dan society yang
berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya membentuk kata civilization
yang berarti peradaban. Oleh sebab itu, kata civil society dapat
diartikan sebagai komunitas masyarakat kota yakni masyarakat yang telah
berperadaban maju.
4)
Istilah madani
menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata
madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami,
tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang
artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata.
Dengan demikian, istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai banyak
arti.Konsep masyarakat madani menurut Madjid (1997) kerapkali dipandang telah
berjasa dalam menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang
pemerintahan yang sewenang-wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa
Timur.
5)
Hall (1998)
mengemukakan bahwa masyarakat madani identik dengan civil society, artinya
suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat
terjewantahkan dalam kehidupan sosial. Pada masyarakat madani pelaku social
akan bepegang teguh pada peradaban dan kemanusiaan.
Intinya, berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa masyarakat madani pada prinsipnya memiliki multimakna atau bermakna ganda
yaitu: demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparansi,
toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsistensi,
memiliki perbandingan, komparasi, mampu berkoordinasi, simplifikasi,
sinkronisasi, integrasi, mengakui emansipasi, dan hak asasi, sederhana, namun
yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis. Dengan mengetahui makna
madani, maka istilah masyarakat madani secara mudah dapat difahami sebagai
masyarakat yang beradab, masyarakat sipil, dan masyarakat yang tinggal di suatu
kota atau berfaham masyarakat kota yang pluralistik.
v Fungsi
Masyarakat Madani dalam Negara
a.
Meniadakan
ketidakadilan dan kesenjangan dalam masyarakat.
b.
Melindungi
kepentingan penduduk yang universal. Kepentingan tersebut meliputi elemen
sipil, politik dan sosial
v Prinsip-prinsip
Masyarakat Madani
a.
Persamaan
(equality)
b.
Kebebasan
dan Hak Asasi Manusia
c.
Prinsip
Musyawarah
v Nilai-nilai
masyarakat madani
a.
Demokrasi
b.
Pluralisme
dan Toleransi
c.
HAM
d.
Keadilan
Sosial
v Manfaat Masyarakat Madani
Manfaat
yang diperoleh dengan terwujudnya masyarakat madani ialah terciptanya
masyarakat Indonesia yang demokratis sebagai salah satu tuntutan reformasi di
dalam negeri dan tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri. Di
samping itu, melalui masyarakat madani akan mendorong munculnya inovasi-inovasi
baru di bidang pendidikan. Selanjutnya, dengan terwujudnya masyarakat madani,
maka persoalan-persoalan besar bangsa Indonesia seperti: konflik-konflik suku,
agama, ras, etnik, golongan, kesenjangan sosial, kemiskinan, kebodohan,
ketidakadilan pembagian "kue bangsa" antara pusat dan daerah, saling
curiga serta ketidakharmonisan pergaulan antarwarga dan lain-lain yang selama
Orde Baru lebih banyak ditutup-tutupi, direkayasa dan dicarikan kambing
hitamnya itu diharapkan dapat diselesaikan secara arif, terbuka, tuntas,
dan melegakan semua pihak, suatu prakondisi untuk dapat mewujudkan
kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat. Dengan demikian, kekhawatiran
akan terjadinya disintegrasi bangsa dapat dicegah.
Guna mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan
motivasi yang tinggi dan partisipasi nyata dari individu sebagai anggota
masyarakat. Hal ini intinya menyatakan bahwa untuk mewujudkan masyarakat madani
diperlukan proses dan waktu serta dituntut komitmen masing-masing warganya
untuk mereformasi diri secara total dan selalu konsisten dan penuh kearifan
dalam menyikapi konflik yang tak terelakan. Tuntutan terhadap aspek ini sama
pentingnya dengan kebutuhan akan toleransi sebagai instrumen dasar lahirnya
sebuah konsensus atau kompromi.
v Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
Istilah masyarakat madani dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah civil society pertama kali dikemukan oleh Cicero
dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis yang identik dengan
negara. Rahadrjo (1997) menyatakan bahawa istilah civil society sudah ada sejak zaman sebelum masehi. Orang yang
pertama kali mencetuskan istilah civil society adalah Cicero (104-43 SM),
sebagai oratur yunani.Civil society menurut
Cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab seperti yang dicontohkan oleh
masyarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep civility
(kewargaan) dan urbanity (budaya kota), maka dipahami bukan hanya sekadar
konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
Filsuf yunani Aristoteles (384-322 M) yang
memandang masyarakat sipil sebagai suatu sistem kenegaraan atau identik dengan
negara itu sendiri, pandangan ini merupakan Fase pertama sejarah wacana civil
society, yang berkembang dewasa ini, yakni masyarakat sivil diluar dan
penyeimbang lembaga negara, pada masa ini civil society dipahami sebagai sistem
kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas
politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan
ekonomi-politik dan pengambilan keputusan.
Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson
mengembangkan wacana civil society, dengan konteks sosial dan politik di
Skotlandia. Berbeda dengan pendahulunya, ia lebih menekankan visi etis pada
civil society, dalam kehidupan sosial, pemahaman ini lahir tidak lepas dari
pengaruh revolusi industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial
yang mencolok.
Fase ketiga, berbeda dengan pendahulunya,
pada tahun 1792 Thomas Paine memaknai wacana civil society sebagai suatu yang
berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagain anitesis negara,
bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah saatnya dibatasi, menurut
pandangan ini, negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka, konsep
negera yang absah, menurut pemikiran ini adalah perwujudkan dari delegasi
kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan
bersama.
Fase keempat, wacana civil society
selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-1831 M), Karl Max (1818-1883
M), dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). dalam pandangan ketiganya, civil society
merupakan elemen ideologis kelas dominan, pemahaman ini adalah reaksi atau
pandangan Paine, Hegel memandang civil society sebagai kelompok subordinatif
terhadap negara, pandangan ini, menurut pakar politik Indonesia Ryass Rasyid,
erat kaitannya dengan perkembangan sosial masyarakat borjuasi Eropa yang
pertumbuhannya ditandai oleh pejuang melepaskan diri dari cengkeraman dominasi
negara.
Fase kelima, wacana civil society sebagai
reaksi terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis dengan
Tocqueville (1805-1859), bersumber dari pengalamannya mengamati budaya
demokrasi Amerika, ia memandang civil society sebagai kelompok penyeimbang
kekuatan negara, menurutnya kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan
kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang
kuat.
Di Indonesia, pengertian masyarakat madani
pertama kali diperkenalkan oleh Anwar Ibrahim (mantan Deputi PM Malaysia) dalam
festival Istiqlal 1995. Oleh Anwar Ibrahim dinyatakan bahwa masyarakat madani
adalah: Sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dan kestabilan masyarakat.
Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu baik dari segi
pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan, mengikuti undang – undang dan bukan
nafsu atau keinginan individu, menjadikan keterdugaan serta ketulusan.
Perjuangan masyarakat madani di Indonesia
pada awal pergerakan kebangsaan dipelopori oleh Syarikat Islam (1912) dan dilanjutkan
oleh Soeltan Syahrir pada awal kemerdekaan (Norlholt, 1999). Jiwa demokrasi
Soeltan Syahrir ternyata harus menghadapi kekuatan represif baik dari rezim
Orde Lama di bawah pimpinan Soekarno maupun rezim Orde Baru di bawah pimpinan
Soeharto, tuntutan perjuangan transformasi menuju masyarakat madani pada era
reformasi ini tampaknya sudah tak terbendungkan lagi dengan tokoh utamanya
adalah Amien Rais dari Yogyakarta.
v
Ciri-Ciri Masyarakat Madani
Ciri utama masyarakat madani adalah
demokrasi.Demokrasi memiliki konsekuensi luas di antaranya menuntut kemampuan
partisipasi masyarakat dalam sistem politik dengan organisasi-organisasi
politik yang independen sehingga memungkinkan kontrol aktif dan efektif dari
masyarakat terhadap pemerintah dan pembangunan, dan sekaligus masyarakat
sebagai pelaku ekonomi pasar.
Hidayat
Nur Wahid mencirikan masyarakat madani sebagai masyarakat yang memegang teguh
ideology yang benar, berakhlak mulia, secara politik-ekonomi-budaya bersifat
mandiri, serta memiliki pemerintahan sipil.
Sedangkan
menurut Hikam, ciri-ciri masyarakat madani adalah :
a.
Adanya kemandirian yang cukup tinggi diantara individu-individu dan
kelompok-kelompok masyarakat terhadap negara.
b.
Adanya kebebasan menentukan wacana dan praktik politik di tingkat publik.
c.
Kemampuan membatasi kekuasaan negara untuk tidak melakukan intervensi.
Karakteristik
masyarakat madani adalah sebagai berikut :
1)
Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki
akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan
secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta
mempublikasikan informasikan kepada publik.
2)
Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga
muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi
dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan,
dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain
dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain.
3)
Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik
dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan
menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4)
Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk
disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan
merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5)
Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian
yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu
terhadap lingkungannya.
6)
Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih
dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga
masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang
bertanggungjawab.
7)
Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan
harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan
perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
v
Masyarakat Madani di Indonesia
Indonesia memiliki tradisi kuat civil society
(masyarakat madani) bahkan jauh sebelum negara bangsa berdiri, masyarakat sipil
telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial
keagamaan dan pergerakan nasional dalam dalam perjuangan merebut kemerdekaan,
selain berperan sebagai organisasi perjuangan penegakan HAM dan perlawanan
terhadap kekuasaan kolonial, organisasi berbasis islam, seperti Serikat Islam
(SI), Hahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, telah menunjukan kiprahnya sebagai
komponen civil society yang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil
di Indonesia.
Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan
kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya bangunan masyarakat madani bisa
terwujud di Indonesia :
a.
Pandangan integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa
sistem demokrasi tidak munkin berlangsung dalam kenyataan hidup sehari-hari
dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran dalam hidup berbangsa dan
bernegara.
b.
Pandangan reformasi sistem politk demokrasi, yakni pandangan yang
menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada
pembangunan ekonomi, dalam tataran ini, pembangunan institusi politik yang
demokratis lebih diutamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi.
c.
Paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan
demokrasi, pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara dua pandangan
yang pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi, berbeda dengan
dua pandangan pertama, pandangan ini lebih menekankan proses pendidikan dan
penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan kelas menengah.
Bersandar pada tiga paradigma diatas,
pengembangan demokrasi dan masyarakat madani selayaknya tidak hanya bergantung
pada salah satu pandangan tersebut, sebaliknya untuk mewujudkan masyarakat
madani yang seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan gabungan strategi dan
paradigma, setidaknya tiga paradigma ini dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan demokrasi di masa transisi sekarang melalui cara :
a.
Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas
menengah untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat madani yang mandiri
secara politik dan ekonomi, dengan pandangan ini, negara harus menempatkan diri
sebagai regulator dan fasilitator bagi pengembangan ekonomi nasional, tantangan
pasar bebas dan demokrasi global mengharuskan negara mengurangi perannya
sebagai aktor dominan dalam proses pengembangan masyarakat madani yang tangguh.
b.
Mereformasi sistem politik demokratis melalui pemberdayaan
lembaga-lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi,
sikap pemerintah untuk tidak mencampuri atau mempengaruhi putusan hukum yang
dilakukan oleh lembaga yudikatif merupakan salah satu komponen penting dari
pembangunan kemandirian lembaga demokrasi.
c.
Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga
negara secara keseluruhan.Pendidikan politik yang dimaksud adalah pendidikan
demokrasi yang dilakukan secara terus-menerus melalui keterlibatan semua unsur
masyarakat melalu prinsip pendidikan demokratis, yakni pendidikan dari, oleh
dan untuk warga negara.
Kondisi Indonesia yang dilanda euforia
demokrasi, semangat otonomi daerah dan derasnya globalisasi membutuhkan
masyarakat yang mempunyai kemauan dan kemampuan hidup bersama dalam sikap
saling menghargai, toleransi, dalam kemajemukan yang tidak saling
mengeksklusifkan terhadap berbagai suku, agama, bahasa, dan adat yang
berbeda.Kepedulian, kesantunan, dan setiakawan merupakan sikap yang sekaligus
menjadi prasarana yang diperlukan bangsa Indonesia.
Pengembangan masyarakat madani di Indonesia
tidak bisa dipisahkan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia
sendiri.Kebudayaan, adat istiadat, pandangan hidup, kebisaan, rasa
sepenanggungan, cita-cita dan hasrat bersama sebagai warga dan sebagai bangsa,
tidak mungkin lepas dari lingkungan serta sejarahnya. Keunggulan bangsa
Indonesia, adalah berhasilnya proses akulturasi dan inkulturasi yang kritis dan
konstruktif. Pada saat ini, ada pertimbangan lain mengapa pengembangan
masyarakat madani secara khusus kita beri perhatian.
Untuk membangun masyarakat madani di
Indonesia, ada enam faktor harus diperhatikan, yaitu:
1)
Adanya perbaikan di sektor ekonomi, dalam rangka peningkatan pendapatan
masyarakat, dan dapat mendukung kegiatan pemerintahan.
2)
Tumbuhnya intelektualitas dalam rangka membangun manusia yang memiliki
komitmen untuk independen.
3)
Terjadinya pergeseran budaya dari masyarakat yang berbudaya
paternalistik menjadi budaya yang lebih modern dan lebih independen.
4)
Berkembangnya pluralisme dalam kehidupan yang beragam.
5)
Adanya partisipasi aktif dalam menciptakan tata pamong yang baik.
6)
Adanya keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang melandasi moral
kehidupan.
v
Faktor Yang Mempengaruhi
Masyarakat Madani
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi
masyarakat madani, yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat.
1.
Beberapa faktor pendorong timbulnya masyarakat madani:
a.
Adanya penguasa politik yang cenderung mendominasi (menguasai)
masyarakat agar patuh dan taat pada penguasa.
b.
Masayarakat diasumsikan sebagai orang yang tidak memilkik kemampuan yang
baik (bodoh) dibandingkan dengan penguasa ( pemerintah).
c.
Adanya usaha untuk membatasi ruang gerak dari masyarakat dalam kehidupan
poitik. Keadaan ini sangat menyulitkan bagi masyarakat untuk mengemukakan
pendapat, karena ruang publik yang bebaslah individu berada dalam posisi
setara, dan melakukan transaksi.
2.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di
Indonesia diantaranya :
a.
Kualitas Sumber Daya Manusia yang belum memadai karena pendidikan yang
belum merata.
b.
Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
c.
Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
d.
Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang
terbatas.
e.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
f.
Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.
v
Solusi Mengatasi Masalah
Salah satu cara untuk mewujudkan masyarakat
madani adalah dengan melakukan demokratisasi pendidikan. Masyarakat madani
perlu segera diwujudkan karena bermanfaat untuk meredam berbagai tuntutan
reformasi dari dalam negeri maupun tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari
luar negeri. Di samping itu, melalui masyarakat madani akan muncul
inovasi-inovasi pendidikan dan menghindari terjadinya disintegrasi bangsa.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dalam
jangka panjang adalah dengan cara melakukan demokratisasi pendidikan.
Demokratisasi pendidikan ialah pendidikan hati nurani yang lebih humanistis dan
beradab sesuai dengan cita-cita masyarakat madani. Melalui demokratisasi
pendidikan akan terjadi proses kesetaraan antara pendidik dan peserta didik di
dalam proses belajar mengajarnya. Inovasi pendidikan yang berkonteks
demokratisasi pendidikan perlu memperhatikan masalah-masalah pragmatik.
Pengajaran yang kurang menekankan pada konteks pragmatik pada gilirannya akan
menyebabkan peserta didik akan terlepas dari akar budaya dan masyarakatnya.
Demokrasi sendiri adalah suatu bentuk pemerintahan dengan kekuasaan di tangan
rakyat.Dalam perkembangannya, demokrasi bermakna semakin spesifik lagi yaitu
fungsi-fungsi kekuasaan politik merupakan sarana dan prasarana untuk memenuhi
kepentingan rakyat.
Dengan demokrasi, rakyat boleh berharap bahwa
masa depannya ditentukan oleh dan untuk rakyat, sedangkan demokratisasi ialah
proses menuju demokrasi. Tujuan demokratisasi pendidikan ialah menghasilkan
lulusan yang merdeka, berpikir kritis dan sangat toleran dengan pandangan dan
praktik-praktik demokrasi.
Generasi penerus sebagai anggota masyarakat
harus benar-benar disiapkan untuk membangun masyarakat madani yang
dicita-citakan.Masyarakat dan generasi muda yang mampu membangun masyarakat
madani dapat dipersiapkan melalui pendidikan. Salah satu cara untuk mewujudkan
masyarakat madani adalah melalui jalur pendidikan, baik di sekolah maupun di
luar sekolah.
Generasi penerus merupakan anggota masyarakat
madani di masa mendatang.Oleh karena itu, mereka perlu dibekali cara-cara
berdemokrasi melalui demokratisasi pendidikan. Dengan demikian, demokratisasi
pendidikan berguna untuk menyiapkan peserta didik agar terbiasa bebas berbicara
dan mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab, turut bertanggung jawab,
terbiasa mendengar dengan baik dan menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan
keberanian moral yang tinggi, terbiasa bergaul dengan rakyat, ikut merasa
memiliki, sama-sama merasakan suka dan duka dengan masyarakatnya, dan
mempelajari kehidupan masyarakat. Kelak jika generasi penerus ini menjadi
pemimpin bangsa, maka demokratisasi pendidikan yang telah dialaminya akan
mengajarkan kepadanya bahwa seseorang penguasa tidak boleh terserabut dari
budaya dan rakyatnya, pemimpin harus senantiasa mengadakan kontak dengan
rakyatnya, mengenal dan peka terhadap tuntutan hati nurani rakyatnya, suka dan
duka bersama, menghilangkan kesedihan dan penderitaan-penderitaan atas
kerugian-kerugian yang dialami rakyatnya. Upaya ke arah ini dapat ditempuh
melalui demokratisasi pendidikan. Dengan komunikasi struktural dan kultural
antara pendidik dan peserta didik, maka akan terjadi interaksi yang
sehat, wajar, dan bertanggung jawab.
v
KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Adapun ciri-ciri dari masyarakat madani yaitu
sebagai berikut:
- Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
- Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
Dilengkapinya
program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program
pembangunan yang berbasis masyarakat.
- Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
- Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
Meluasnya
kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu
mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
BAB 111
A.KESIMPULAN
a) di harapkan
mahasiswa mampu menerapkan nilai-nilai pancasila dala kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
b) pancasila memberikan
kita pandangan dalam kehidupan,
berbangsa’an dan bernegara’an dan bermasyarakat.
B.SARAN
Dalam penulisan
pembuatan resume ini penulis menyadari bahawa masih banyak kekurangan dalam
pembuatanya maka penulis mengharap kritik
yang membangun dari dosen pengampu demi kesempurnaan resume ini.
C.PENUTUP
demikianlah hasil
resume kami yang dapat kami paparkan semoga bermamapaat bagi kita semua,amiin
yarabbal
DAPTAR
PUSTAKA
Azra ,
azyumardi ,pendidikan demokrasi dan
demokratisasi di dunia muslim , makalah
di sampaikan pada seminar
nasional II “Civic education di perguruan tiggi “ mataram ,22-23
april 2012
Apter,
David E pengantar analisa politik , jakarta: LP3ES.1993.
Azis,
imam m ,et ,all(ed) agama demokrasi dan
keadilan , jakarta. PT.GRAMEDILA PUSTAKA UTAMA. 1993, cet ke 21.
Lubis,
m.solly.asas-asas hukum tata negara bandung alumni 1982.
Anwar,chairul,
konsitusi dan kelembagaan negara ,jakarta :cv . novindo pustaka mandiri , 1999.